Foto dokumentasi CNA.
Taiwan International Workers' Association (TIWA) menggelar aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) Taipei, Rabu (18/12) mendesak Menteri Ketenagakerjaan yang baru dilantik, Hung Sun-han (洪申翰) untuk lebih peka pada isu buruh migran.
Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) meminta pemerintah Taiwan tidak membatasi masa kerja bagi Pekerja Migran Asing (PMA) di Taiwan, akan mengurangi resiko PMA kaburan dan memenuhi kebutuhan pekerja di Taiwan.
Seperti yang dilansir dari CNA, terdapat sejumlah poin utama yang jadi tuntutan TIWA. Pihaknya ingin MOL mengumumkan secara rutin daftar anggota komite yang menyetujui pengeluaran Dana Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran dan mendesak pemberhentian program percontohan “Layanan Pendampingan Multidimensi” serta segera mengadakan rapat lintas kementerian dengan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan.
Ignas, Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mewakili GANAS dalam unjuk rasa “Hari Migran Internasional” menyebut selama ini program Pekerja Teknis Tingkat Menengah (PTTM) yang dicanangkan pemerintah Taiwan untuk memperpanjang masa kerja PMA masih sering tersandera persetujuan majikan.
“Sehingga apabila majikan tidak setuju tentu tidak bisa lebih lama kerja walaupun sudah memenuhi syarat lainnya,” kata Ignas yang sudah 11 tahun bekerja di Taiwan. Aturan di Taiwan, batas masa kerja bagi PMA adalah 12 tahun.
Masalahnya, kata Ignas, kebanyakan majikan di Taiwan sangat bergantung pada agensi. Ini menjadi kendala karena seringkali agensi menawarkan pekerja baru ketimbang memberi rekomendasi pekerja untuk ikut PTTM.
“Tentu lebih memberikan keuntungan bagi agensi. Dan pilihan kawan-kawan untuk bertahan di Taiwan adalah kabur,” kata Ignas. Untuk itulah pihaknya berharap kepada MOL agar batasan masa kerja di Taiwan dihapuskan tanpa syarat. Lebih lagi, pihaknya pun mendesak untuk menghapus sistem agensi agar peran perekrutan langsung di Direct Hiring Service Center makin maksimal.
GANAS pun menggarisbawahi sejumlah keuntungan bagi kedua belah pihak jika Taiwan tidak membatasi masa kerja PMA. Selain mengurangi resiko pekerja ilegal tadi, peningkatan perlindungan hak baik bagi majikan maupun pekerja migran pun makin terjamin. Selain itu keberlanjutan kerja akan mengurangi biaya yang dikeluarkan majikan dan pekerja serta efektifitas waktu bagi kedua belah pihak.
“Penyediaan pekerja yang lebih berkualitas bagi majikan karena pekerja sudah bisa beradaptasi dengan baik,” kata Ignas.
Ana, dari Domestic Caretakers Union Taoyuan yang juga bagian dari aksi menyoroti nasib pekerja rumah tangga yang upahnya di bawah upah minimum Taiwan. Belum lagi, mereka tidak punya hari libur pasti. “Kami tinggal di rumah majikan kami 24 jam sehari, baik bekerja maupun siaga, yang sangat memengaruhi kesehatan fisik dan mental kami,” kata Ana.
Menurut Ana, selama ini Taiwan telah membuat perawatan di rumah terjangkau bagi semua orang tetapi di sisi lain mengeksploitasi para pekerjanya. Untuk itu, Taiwan membutuhkan pendekatan baru agar pekerja migran domestik diintegrasikan ke dalam sistem perawatan jangka panjang dan dipekerjakan oleh lembaga. “Kami menyerukan kepada pemerintah Taiwan untuk segera menetapkan undang-undang perlindungan bagi pekerja rumah tangga dan mengintegrasikan kami ke dalam sistem perawatan jangka panjang,” tambahnya.
Selain itu TIWA juga meminta agar akses bagi pekerja migran buruh untuk bebas ganti majikan dan menyediakan saluran pencarian kerja yang efektif dan nyata dari pemerintah.
“Karena inilah solusi mendasar untuk mengatasi masalah pekerja migran kaburan,” kata TIWA. Adapun fokus tuntutan mereka yang terakhir adalah “Mencabut batas waktu kerja bagi pekerja migran level buruh.”