Dua belas ABK di Pingtung tidak digaji selama sepuluh bulan
Foto diambil dari CNA.
Sebanyak 12 anak buah kapal (ABK) Indonesia di Donggang, Pingtung, belum menerima gaji selama sepuluh bulan, terhitung sejak Februari 2024. Salah satu ABK, Budi (24), nama samaran, mengungkapkan kondisi mereka saat berbicara kepada CNA, Minggu (10/11), bertempat di markas Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI).
Kepada reporter CNA, Budi dan temannya mengatakan bahwa sejak September lalu kapalnya telah bersandar, namun ia baru tahu jika gajinya belum dibayarkan selama enam bulan, ujar Budi.
Saat diminta untuk membongkar muatan kapal, sebenarnya para ABK ini tidak mau dipekerjakan sampai gaji mereka dibayar. Namun pihak majikan terus membujuk bahwa gaji mereka akan dibayar segera, sehingga para ABK tersebut mau bekerja kembali, ujar Budi ABK asal Banten ini.
“Pembayaran gaji tidak kunjung datang hingga bulan November ini. Jadi sekarang sudah genap sepuluh bulan,” ujar teman Budi yang juga tidak mau disebutkan namanya ini.
Budi dan rekan-rekannya bekerja di kapal Yu Shun 668 CT4, di mana tujuh orang ABK belum menerima gaji mereka. Sementara itu, di kapal lain milik perusahaan yang sama, Yu Shun, terdapat lima orang ABK yang mengalami nasib serupa. Total ada 12 ABK yang hingga kini belum mendapatkan gaji mereka, menurut informasi dari Budi.
Para ABK sudah mengadukan hal ini kepada Fishery Agency (FA) dibantu oleh FOSPI dan Stella Marris. Agensi mereka juga sempat melaporkan hal ini kepada kepolisian setempat, namun hasilnya nihil, ujar teman Budi yang sudah bekerja di kapal tersebut selama 17 bulan.
Budi mengatakan pada CNA bahwa ia berharap agar gajinya segera dibayarkan karena ia adalah tulang punggung keluarga yang harus membiayai ibu dan ketiga adiknya yang masih sekolah.
“Sementara mereka menunggu uang dari Taiwan belum dibayar, keluarga saya berhutang dulu,” ujar Budi kepada CNA dengan tatapan kepedihan.
Hal yang sama juga disampaikan oleh teman Budi yang berasal dari Purworejo ini.
Dalam keseharian mereka, Budi dan rekan-rekannya hidup tanpa uang sama sekali dan terpaksa tinggal di atas kapal. Untuk makan, mereka mengandalkan bahan-bahan makanan lama yang tersisa dari pelayaran sebelumnya, yang mereka masak sendiri demi bertahan hidup, ungkap Budi.
“Kadang-kadang makanan basi pun kita makan, karena tidak ada makanan lain dan kita tidak punya uang sama sekali.” Ujar teman Budi yang berusia 32 tahun tersebut.
Saat dimintai keterangan, Muzakir selaku Ketua FOSPI mengatakan bahwa pihaknya telah melaporan bahkan sempat memfasilitasi pertemuan mediasi dengan pihak FA, agensi dan majikan. Namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan.
Muzakir juga mengatakan bahwa sebelumnya juga ada masalah yang sama dengan kapal Fu Yu, di mana ABK juga tidak dibayarkan gajinya selama 4 bulan bahkan akhirnya ABK tersebut dideportasi karena masa tinggalnya sudah habis.
“Kalau yang kasus ini gaji ABK akhirnya dibayar dengan cara agensinya dulu yang menalangi. Kalau kasus Yu Shun ini tidak mungkin agensi membayar dulu karena bisa bangkrut dong, ada 12 ABK dan itu belum dibayar selama sepuluh bulan,” ujar Muzakir.
Sementara itu, Kadir, analis bidang ketenagakerjaan KDEI mengatakan bahwa pihaknya akan mengklarifikasi hal tersebut kepada agensi para ABK tersebut.
“Terkait hak-hak, bila belum dibayarkan gajinya akan kita klarifikasi ke pemberi kerja," kata Kadir.