Indosuara - Layanan aduan 1955 menyeruakan perlunya waktu istirahat untuk para pekerja setidak-tidaknya sesuai dengan apa yang diatur oleh ketentuan daru UU Ketenagakerjaan. Menurut unggahannya di Facebook, Layanan aduan 1955 menilai dalam UU diatur bahwa pekerja yang bekerja setiap tujuh hari harus mendapatkan setidaknya dua hari istirahat.
"Ini terdiri dari satu hari istirahat dan satu hari libur wajib," demikian tulis 1955.
Lantas apa bedanya hari libur wajib dan istirahat? Menurut UU tersebut, hari libur wajib adalah hari di mana pegawai wajib beristirahat selain libur khusus seperti karena bencana alam, kecelakaan, atau keadaan darurat. Karena sifatnya wajib maka kedua belah pihak harus menaatinya.
"Maka pekerja juga tidak boleh dipekerjakan pada hari libur meskipun pekerja tersebut menyetujuinya," ungkap 1955.
Sementara hari istirahat adalah hari libur yang bisa diatur secara fleksibel antara pekerja dan majikan. Karena fleksibel, pekerja bisa memilih bekerja di hari itu.
"Namun, apabila pekerja menyetujui untuk bekerja di hari istirahat, maka majikan harus memberikan uang lembur," ungkap 1955.
Meski demikian, layanan aduan 1955 menyatakan kalau lembur tanpa batas maksimum secara aturan telah melanggar. Menurut edarannya, meski kemudian majikan mengiming-imingin uang lembur yang besar, tetap ada ketentuan yang mengatur jam lembur tersebut.
"Merujuk pada UU Ketenagakerjaan," demikian tulis layanan aduan 1955.
Menurut 1955, dalam UU dinyatakan, waktu kerja setiap hari (termasuk waktu kerja normal) tidak boleh melebih 12 jam. Perpanjangan waktu kerja setiap bulan juga tidak boleh melebihi 46 jam.
Jika perusahaan memenuhi persyaratan UU Ketenagakerjaan menggunakan sistem tanggung jawab, kedua belah pihak pekerja dan majikan dapat menyepakati waktu kerja yang fleksibel.
"Tetapi juga ada batasan waktu kerja normal dan jam lembur, bukan tanpa batas maksimum," ujar 1955.
Lagi pula, pekerja tetap punya hak istirahat. Bekerja dengan waktu istirahat yang minim tentu tidak hanya membahayakan pekerja tetapi juga bisa merugikan perusahaan.
"Waktu istirahat yang mencukupi dapat meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Lagi pula waktu lembur berlebihan juga tidak sesuai dengan hukum," ucap 1955.