Foto dokumentasi pribadi.
Sebut saja Tania, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) menuturkan kepada media bahwa selama dirinya bekerja di majikannya saat ini, ia tak mendapatkan fasilitas yang layak. Bahkan tempat tidur sang pasien pun juga jauh dari kata layak, ujarnya.
Berawal dari sebuah unggahan PMI di media sosial yang memperlihatkan kondisi tempat tidur yang seadanya dengan ruangan kecil bekas gudang sebagai kamar istirahatnya bersama sang nenek, pasien yang dijaganya.
Seperti yang dilansir dari CNA, Tania mengatakan bahwa ia telah bekerja selama 6 bulan pada majikannya yang sekarang ini. Memang, Tania menuturkan bahwa majikannya menyetujui kesepakatan merekrutnya sebagai pekerja migran dengan jalur Pekerja Teknis Tingkat menengah (PTTM), tetapi gaji yang diberikan tidak termasuk tunjangan uang makan sehari-hari.
“Gaji PPTM saya dapatkan NT$26.000 (Rp13 juta), tetapi saya harus makan dengan uang sendiri, 3 kali sehari.” Ujar Tania.
Ia juga menuturkan bahwa kamarnya dulu adalah gudang barang-barang bekas yang akhirnya disulap menjadi kamar tidur untuknya dan pasien yang dijaganya.
Tempat tidur Tania sebenarnya tidak layak untuk dijadikan tempat tidur. Ia merasa agak kesakitan terutama di bagian punggungnya karena besinya agak menonjol, ujarnya.
“Tempat tidur saya itu sebenarnya adalah kursi pijat. Nah, kerangkanya itu pas dibagian atas, tengah dan bawah itu agak menonjol, jadi saya harus letakkan beberapa selimut tebal sebagai pengganjal, agar punggung saya tidak sakit,” ujar Tania pada CNA melalui sambungan telepon. Lain lagi dengan sang pasien, meskipun bukan juga tempat tidur, melainkan sofa yang disulapnya menjadi tempat tidur agar pasien yang dijaganya merasa nyaman.
“Saat pertama kali datang, tidak ada tempat tidur sama sekali untuk kami, jadi saya yang merangkai sendiri sofa dan kursi pijat itu untuk dijadikan tempat tidur. Jadi ya begini seadanya.” Ujarnya.
Selain tidak ada tempat tidur yang layak, kamar juga tidak dilengkapi AC, hanya ada satu kipas angin kecil yang diarahkannya ke pasien agar nenek yang dirawat tidak kepanasan. Tania mengaku rela tidak menggunakan kipas angin meskipun musim panas karena sudah terbiasa sebagai orang Indonesia. Saat ditanya CNA apakah Tania mau melaporkan tentang kondisinya tersebut, ia hanya mengatakan bahwa dirinya bersyukur dengan pekerjaannya sekarang ini, jadi tak perlu dilaporkan kepada pihak berwenang.
Ia pun mengaku bahwa dirinya mengunggah video tentang kondisinya ke media sosial untuk menyemangati teman-teman sesama PMI yang memiliki pengalaman yang sama sepertinya.
“Saya sudah bekerja di Taiwan lebih dari 12 tahun. Banyak pengalaman yang sudah saya dapatkan. Saya pernah mendapat majikan yang baik, pasien yang kasar, majikan cerewet dan lain sebagainya. Namun saya tidak pernah meminta pindah majikan. Saya nikmati saja prosesnya. Saya hanya pindah majikan sekali saat pasien yang saya jaga meninggal dunia, itu saja,” ujar PMI yang sudah 8 tahun tak pulang ke Indonesia ini.
Saat ditanya apa harapannya kepada majikannya saat ini, Tania hanya berpesan bahwa ia ingin majikannya menyediakan sarapan untuknya pada hari Minggu saja sebelum ia mengantar nenek yang dijaganya ke rumah sakit untuk cuci darah.
Tania sudah pernah menanyakan mengenai uang makannya kepada majikan, tetapi majikannya hanya berkata bahwa gaji yang ia terima sudah besar, dan ia bisa memakai gajinya tersebut untuk membeli makanan, ujar Tania menirukan jawaban dari sang majikan.