2025-03-25

Majikan Tak Izinkan PMI Puasa karena Takut Pingsan

Foto organisasi pekerja migrant membagikan takjil gratis dan brosur aturan ketenagakerjaan di depan Taipei Main Station. (Sumber Foto : CNA)

Pada 16 Maret, di pelataran Taipei Main Station diadakan pembagian takjil oleh Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS), Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT), dan Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA).

Dua orang pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditemui CNA di Taipei Main Station baru-baru ini menuturkan bahwa mereka tak diizinkan berpuasa oleh majikan karena takut mereka tidak bertenaga saat bekerja, yang dapat membuat mereka kelaparan hingga pingsan.

Kepada CNA yang sedang meliput, seorang wanita yang bekerja di Kota Taoyuan mengatakan bahwa ia berniat untuk mengembalikan takjil yang diterimanya, dengan alasan ia tidak sedang melaksanakan ibadah puasa karena tidak diizinkan majikan.

Perawat tersebut menceritakan bahwa majikannya melakukan hal itu dengan alasan bahwa ia harus menjaga orang tua yang lumpuh dan memapahnya untuk melakukan terapi berjalan setiap dua jam sekali, mengangkat saat memandikan serta memberi makan dan mengajaknya jalan-jalan.

“Meskipun saya sudah menjelaskan mengenai hakikat puasa, tetapi majikan tetap tidak mengizinkan karena takut saya kelaparan, tidak ada energi, kelaparan terus pingsan,” ujarnya yang telah bekerja selama satu tahun di Taiwan. Serupa dengan itu, seorang pria yang bekerja di salah satu pabrik di Zhongli, juga di Taoyuan, mengatakan kepada CNA bahwa dirinya tidak dapat melakukan ibadah puasa karena majikannya tidak memperbolehkan.

“Ya, saya kerjanya angkat-angkat barang yang berat, majikan takut saya kelelahan terus pingsan, jadi tidak bisa puasa. Saya enggak puasa dulu deh, saya takut juga kalau enggak kuat,” ujar pria yang telah bekerja satu tahun di Taiwan ini. Ketua GANAS, Fajar, menyampaikan bahwa hal ini bukanlah hal yang jarang ditemui. Ia mengatakan organisasinya sering menerima pengaduan pekerja migran Indonesia (PMI) yang dilarang berpuasa oleh majikan.

Fajar menjabarkan bahwa di dalam kontrak kerja sudah tertulis majikan wajib memberikan kebebasan beribadah, namun masih ada yang melarang dengan alasan jika makan sahur berisik dan mengganggu penghuni rumah lainnya atau pasien, serta khawatir pekerja tidak punya tenaga sehingga mengurangi kinerjanya. GANAS juga menuturkan bahwa pihaknya sedang mendampingi kasus pelarangan puasa dan ada indikasi pelanggaran lainnya berupa kerja di luar job (pekerjaan yang tertera di kontrak). Wina (nama samaran) di Yunlin, misalnya. Selain menjaga pasien, dia juga membantu mengemas buah dan sayuran yang dijual majikan.

PMI tersebut masih berusaha bertahan mengingat ia ingin ber-Lebaran dan membutuhkan banyak biaya untuk keluarganya. Kasus pelarangan puasa ini menunjukkan bahwa masih ada pemberi kerja yang belum memahami kontrak kerja yang harus ditaati oleh kedua pihak, kata GANAS.

CNA juga menghubungi Kepala Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Arif Sulistiyo untuk menanyakan isu tersebut. Ia mengatakan, pada dasarnya hak beribadah di Taiwan sudah diatur di perjanjian kerja (PK) antara PMI dan majikan.

Dalam sektor informal, kata Arif, dibahas tersendiri di pasal 3.6, disebutkan bahwa majikan harus menghormati agama dan kepercayaan yang dianut PMI, dan majikan wajib memberikan kesempatan kepada PMI untuk menjalankan ibadahnya.

Pelarangan beribadah melanggar PK bahkan bisa melanggar hak asasi manusia, tutur Arif. Namun, menurutnya, kasus seperti ini muncul karena PMI terkait baru datang dan masih beradaptasi, dengan bahasa yang belum fasih dan belum saling mengenal dengan pasien.

Menurut Arif, seiring waktu berjalan, pasien atau majikan akan memahami PMI. Ia pun mengingatkan untuk tidak menjadikan hal ini sebagai alasan untuk pindah majikan, yang juga memiliki tantangan seperti kesulitan mencari pemberi kerja baru hingga akhirnya harus kembali ke tanah air karena habisnya tenggat waktu. “Kuncinya adaptasi, silahkan dikomunikasikan dengan agensi bila perlu atau minta bantuan KDEI Taipei,” ujar Arif, seraya mengatakan bahwa kebebasan beragama, termasuk melaksanakan ibadahnya, adalah hak asasi manusia yang seharusnya dihormati oleh semua pihak, termasuk majikan.

“Saya berharap agar majikan serta otoritas setempat dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia untuk melaksanakan ibadah di tempat kerjanya, termasuk ibadah puasa di bulan Ramadan ini,” pesan Arif.

Di akhir wawancara bersama CNA, Arif memberikan penghargaan kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Taiwan, termasuk PMI maupun mahasiswa, yang tetap bersemangat menjalankan ibadah puasa di tengah kesibukan bekerja dan belajar.

Ayuk belanja kebutuhan sehari-hari Anda di Indosuara!

Lihat Lebih Banyak

350NT

MAKE UP KOSMETIK 化妝品SKIN CARE 保養品

360NT

MAKE UP KOSMETIK 化妝品SKIN CARE 保養品

360NT

MAKE UP KOSMETIK 化妝品SKIN CARE 保養品

160NT

MAKE UP KOSMETIK 化妝品SKIN CARE 保養品

Berita Terbaru Lainnya

Sebanyak 20.000 WNI Padati Sun Yat Sen Taipei Ikuti Salat Iedul Fitri

Foto dokumentasi Indosuara dan CNA. Ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) meadati pelataran National Dr. Sun Yat-sen Memorial Hall yang pada Senin (31/3) dipenuhi puluhan ribu jemaah yang menjalankan salat di tengah guyuran hujan deras dan dinginnya Kota Taipei. Bertepatan dengan Hari Raya Iedul Fi...

Bagi yang Menghalangi Jalan Ambulans akan Didenda NT$500

Foto diambil dari CNA. Ketika ambulans mengaktifkan lampu strobo dan sirine selama keadaan darurat, ambulans memiliki hak lintas dan semua kendaraan dan pejalan kaki diharuskan memberi jalan, kata MOTC. Kementerian Transportasi dan Komunikasi (MOTC) menjelaskan pada hari Rabu (26/3) bahwa siapa pu...