Foto diambil dari KDEI.
Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Arif Sulistyo, menyapa ABK di Pelabuhan Guihou, dan Yehliu Kota New Taipei, pada Sabtu (22/2). Menurut rilis pers KDEI, Arif berdialog dan menyelesaikan masalah yang dialami anak buah kapal (ABK) kapal tangkap musiman yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja sepihak di beberapa pelabuhan yang sebelumnya telah dikunjungi.
Seperti yang dilansir dari CNA, para ABK menyampaikan bahwa permasalahan yang terjadi di kapal tangkap musiman juga terjadi di pelabuhan Guihou, tetapi tidak semuanya mengalami pemutusan hubungan kerja. Ada beberapa ABK yang tetap digaji sebesar NT$10.000 per bulan (Rp4.987.000), ada pula yang diminta cuti ke Indonesia oleh pemilik kapal sejak November hingga Maret, mereka kembali ke Taiwan.
Di sela-sela dialog tersebut, Arif mengingatkan para ABK untuk tidak mencari pekerjaan paruh waktu yang melanggar izin kerjanya. "Tidak boleh ta kung (bekerja paruh waktu). Sampeyan (Anda) kalau tertangkap imigrasi sudah tidak ada ampun, deportasi langsung." Ujar Arif.
Para ABK juga melaporkan pada Arif bahwa permasalahan kapal tangkap musiman lainnya juga terjadi. Meskipun mereka (ABK) tidak di-PHK, penghasilan ABK yang hanya sekitar sepertiga dari yang semestinya tidak mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarga di Indonesia. Kekurangan gaji tersebut juga tidak dibayarkan saat kapal sudah mulai beroperasi, ujar pernyataan tersebut.
Di hari yang sama, Arif beserta timnya juga melakukan kunjungan ke Yehliu, salah satu lokasi wisata terkenal di Taiwan. Ia bertemu dengan 26 ABK di dua tempat, yaitu musala Nurul Hidayah dan Pelabuhan Yehliu untuk mengecek apakah PHK sepihak akibat kapal tangkap musiman juga terjadi pada ABK di pelabuhan tersebut.
Ternyata, sekitar 50 persen para ABK di pelabuhan Yehliu bekerja di kapal tangkap musiman seperti kapal penangkap cumi dan kepiting. Musim cumi relatif lebih singkat daripada musim kepiting, berbeda sekitar satu atau dua bulan. Sebagian besar ABK masih digaji meski tidak penuh, ada pula yang diminta cuti dengan biaya tiket ditanggung sendiri atau diberi oleh pemberi kerja, dan adapula yang terkena PHK sepihak, ungkap pernyataan tersebut.
Para ABK di pelabuhan Yehliu ini mengadu pada KDEI jika mereka yang diminta cuti ke Indonesia oleh pemilik kapal saat musim tangkap berakhir, tetapi tiket harus dibiayai sendiri. Hal tersebut dirasa tidak adil bagi mereka.
Ada pula yang melaporkan gaji ABK dipotong NT$1.000 per bulan sebagai uang jaminan untuk membeli tiket kepulangan ke Indonesia. Potongan ini tidak hanya diberlakukan kepada ABK yang diminta cuti. Bahkan, uang potongan tersebut tidak dapat diminta oleh ABK jika mereka membutuhkan, kecuali untuk tiket, lapor ABK kepada KDEI.
Jika pemilik kapal membiayai uang tiket, potongan tersebut juga tidak dikembalikan oleh agensinya.
Para ABK juga berharap adanya shelter (rumah singgah) di wilayah sekitar karena mes agensi terbatas dan ABK harus membayar uang sewa mes sebesar NT$100 per hari dan harus menanggung uang makan sendiri.
Kepala KDEI Taipei akan memberikan sanksi kepada agensi yang melakukan potongan gaji secara liar di luar aturan yang berlaku dan akan mempertimbangkan masukan-masukan dari para ABK.
"Saya pesan ke teman-teman agar jaga kerukunan, jangan ada yang berantem. Minum-minum (mabuk-mabukan) nanti laut dikira daratan (sehingga bisa membahayakan nyawa)," tambah Arif Sulistiyo.
Arif Sulistyo menambahkan pesan agar para ABK melapor ke KDEI Taipei jika permasalahan yang dialami mereka diabaikan oleh agensi sehingga KDEI dapat memberikan sanksi kepada agensi.
Setelah menerima laporan dari ABK, KDEI Taipei akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencari penyelesaian dari permasalahan yang terus berulang ini.
“Kalau masih ada kejadian lagi, kami sudah sebar kontak kita ke temen-temen ABK, agar dilaporkan ke kita (KDEI) untuk diberikan sanksi tunda layan penempatan bagi agensi yang terbukti melakukan pelanggaran.” Ujar Arif kepada CNA melalui pesan singkatnya.
Arif menegaskan kembali kepada CNA bahwa beberapa hasil dari kunjungannya ke pelabuhan-pelabuhan segera ditindaklanjuti.
“Saat ini sudah banyak agensi yang terbukti melakukan pelanggaran yang sudah kita berikan tunda layanan. Mereka (para agensi) yang terkena sanksi tersebut tidak bisa lagi mendatangkan PMI dari Indonesia sampai masalah di sini (Taiwan) diselesaikan.” Ujar Arif yang kini aktif melakukan kunjungan ke pelabuhan setiap akhir pekan.
Arif juga menitipkan pesan kepada para pekerja migran Indonesia (PMI) terutama ABK, untuk tidak ragu dan takut melaporkan permasalahannya kepada KDEI. “KDEI ini 'bapaknya para PMI', jadi Jangan takut mengadu, kita selalu membantu PMI yang bermasalah termasuk ABK yg ditelantarkan agensi. Kita juga bisa menampung di shelter KDEI sebagai bentuk pelindungan pemerintah.” Ujarnya menutup perbincangan.