Foto kapal Taiwan diambil dari Apple Daily.
Jaksa pada hari Senin secara resmi menahan 19 karyawan dari perusahaan perikanan yang berbasis di Kaohsiung yang telah melakukan eksploitasi 81 nelayan asing karena mereka bekerja berjam-jam dengan upah rendah dan perusahaan tersebut bahkan menahan mereka.
Dalam sebuah dakwaan yang diajukan oleh Kantor Jaksa Distrik Kaohsiung, sebanyak 19 orang, termasuk seorang manajer bermarga Lin, telah dituduh melakukan eksploitasi, perdagangan manusia dan pelanggaran terhadap kebebasan pribadi.
Tuduhan tersebut berasal dari perusahaan yang membayar pekerja asing kurang dari upah minimum, membuat mereka bekerja lembur secara berlebihan, dan membiarkan mereka tinggal di kamar kecil tanpa jendela dan tanpa kebebasan untuk pergi.
Kantor kejaksaan mengatakan, nelayan tersebut bekerja 10 jam sehari, dan dalam beberapa kasus sampai 48 jam berturut-turut, sementara dibayar dengan gaji bulanan sebesar US $ 300 sampai US $ 500.
Selain tuduhan diajukan terhadap individu, kantor kejaksaan juga telah menyita total NT $ 3,68 juta asset dari perusahaan, yang akan diserahkan sebagai pembayaran kembali hutang pekerja.
Otoritas Kaohsiung pertama kali menerima pengaduan tersebut karena sebuah surat yang ditulis oleh seorang pekerja sosial atas nama para ABK.
Surat tersebut mencatat bahwa para nelayan ABK ditahan setelah memasuki Taiwan melalui pelabuhan Kaohsiung.
Jaksa Kaohsiung kemudian menyelidiki kasus tersebut dan menemukan bukti bahwa perusahaan perikanan tersebut melakukan eksploitasi terhadap pekerja mereka sejak Januari 2014.
Pada bulan Mei tahun lalu, mereka memimpin sebuah tim ke distrik Cianjhen dan Siaogang dan menyelamatkan 81 nelayan dari Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Tanzania yang semuanya ditahan bersama.