Foto diambil dari CNA.
Kelompok buruh lokal kembali turun ke jalan pada hari Selasa kemarin (25/10) untuk memprotes RUU yang akan menghilangkan tujuh hari libur dan mengambil hak karyawan untuk dua hari libur per minggu.
Kelompok yang terdiri dari sekitar 3.000 orang pengunjuk rasa berangkat dari markas Partai Progresif Demokratik yang berkuasa (DPP) dan menuju Taipei Main Station sebelum mencapai gerbang kantor Legislatif Yuan, di mana sekitar puluhan demonstran bentrok dengan polisi saat mereka melemparkan telur dan berusaha menyerbu gedung legislatif, dan harus dihentikan oleh polisi.
Menurut Tsai Han-cheng (蔡漢政), Kepala Kantor Polisi Jieshou, Zhongzheng di bawah Departemen Kepolisian Kota Taipei , tiga pengunjuk rasa yang menderita luka memar mencoba untuk memanjat dinding ke gedung legislatif pun ditahan.
Di antara pengunjuk rasa yang cedera adalah wakil Serikat Aliansi Pekerja Kuo Kuan-chun (郭 冠 均) yang menerima perawatan di rumah sakit setempat.
Huang Yu-te (黃育德), sekretaris jenderal dari Konfederasi Serikat Pekerja Tainan (TCTU), juga mengatakan bahwa kelompok buruh akan mengadakan mogok makan jika pembacaan kepastian mengenai hari libur tidak dilakukan pada awal November.
Sebelumnya, rancangan amandemen tersebut akan menerapkan lima hari kerja dalam seminggu dengan satu hari libur tetap dan satu hari istirahat fleksibel, dan juga memberikan sejumlah libur nasional sejumlah 12 hari.
“Perubahan terakhir pada Labor Standards Act, yang berkaitan dengan jam kerja, upah dan liburan untuk semua pekerja, akan memiliki pengaruh pada seluruh tenaga kerja, kehidupan masyarakat dan pembangunan ekonomi,” kata Profesor Chen Cheng-liang (陳 政 亮) dari Universitas Shih Hsin, salah satu penggagas petisi.
Para pengunjuk rasa bersikeras bahwa setiap undang-undang baru tentang masalah tersebut harus mencakup minimal 123 hari libur dalam setahun (termasuk akhir pekan), yang berarti bahwa tujuh hari libur nasional harus dikembalikan.
Berikut beberapa liku-liku dalam kebijakan pemerintah yang memilih untuk melakukan amandemen yang akan menerapkan kerja 40 jam seminggu dan dengan aturan lembur di bawah ketentuan sebelumnya.
Jika pekerja bekerja pada hari libur fleksibel, maka mereka berhak untuk dibayar lembur yang tinggi; jika mereka bekerja pada “wajib” hari libur, mereka harus mendapatkan hari yang cocok sebagai pengganti untuk hari libur di kemudian hari.
Apa yang membuat marah kelompok buruh adalah bahwa proposal ini oleh pemerintah ternyata tidak mengembalikan sejumlah libur nasional sebanyak 19 seperti yang dijanjikan, melainkan memilih untuk tetap menjaga 12 hari libur nasional.
Namun kelompok buruh menuntut 19 hari libur nasional di samping lima hari kerja seminggu, sementara asosiasi bisnis berpendapat waktu liburan ekstra akan membuat mereka membayar terlalu mahal.