Aliansi Buruh Jawa Timur menolak hasil pembahasan akhir Komisi E dan Pemprov Jatim soal Raperda Perlindungan Ketenagakerjaan. Raperda tersebut dinilai lebih pro pengusaha dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Koordinator Aliansi Buruh Jawa Timur, Jamaludin mengatakan, pemerintah dan komisi E harus merevisi Raperda. Caranya dengan memasukkan dan mengakomodir aspirasi buruh yang memuat skema perlindungan dan kesejahteraan pekerja/ buruh Jawa Timur terutama mencegah dan menindak TKA.
Raperda juga harus mewujudkan upah layak dan kesejahteraan pekerja/buruh, menghapus sistem kontrak- outsourcing-pemborongan, menjamin hak normatif khusus untuk kelompok tenaga kerja perempuan, anak, penyandang disabilitas, pekerja rumahan, sektor media dan maritim serta memuat ketentuan sanksi pelanggaran yang tegas.
“Pembahasan Raperda juga harus dilakukan secara terbuka dan demokratis,” ujar Jamaludin.
Raperda Perlindungan Ketenagakerjaan ini dinilai menghilangkan pasal-pasal menyangkut perlindungan pekerja yang menjadi aspirasi pekerja/buruh Jatim. Tidak itu saja, pembahasan juga dilakukan secara tertutup oleh Komisi E DPRD Jatim, Pemprov Jatim dan melibatkan pakar dari universitas negeri dan swasta di Surabaya.
“Pembahasan tersebut akhirnya menghasilkan 15 Bab dan 81 Pasal yang isinya menghilangkan substansi krusial menyangkut perlindungan dan kesejahteraan,” terang Jamaludin, Senin (8/8/2016).
Sementara itu, Abdul Wachid Habibulloh dari LBH Surabaya mengatakan, jika draf akhir ini dipaksakan disahkan dan diundangkan, posisi buruh akan semakin tereksploitasi dan termarjinalkan. “Jika ini terjadi maka negara kembali abai dan tidak hadir. Raperda menjadi tidak protektif, berpotensi melegitimasi pelanggaran HAM, dan kontraproduktif,” cetusnya.
Wachid juga menegaskan, kalau secara substansi, Raperda Perlindungan Ketenagakerjaan tersebut tidak ubahnya hanya rangkuman peraturan perundang- undangan yang sudah ada sebelumnya dan belum menjawab kebuntuan serta kekosongan hukum ketenagakerjaan selama ini.
Ketua Komisi E DPRD Jatim Agung Mulyono menegaskan, pihak tidak pernah tertutup dalam menyusun dan membahas Raperda Perlindungan Ketenegakerjaan ini. “Kami melibatkan semua pihak, termasuk Disnaker dan buruh. Banyak aspirasi buruh masuk dalam draf raperda,” ujarnya.
Sekedar informasi, menurut rencana, Raperda Perlindungan Ketenagakerjaan ini akan disahkan paling lambat 17 Agustus 2016. (yw)