Foto: Profesor Natsuko saat memberikan presentasi terkait kondisi TKI di Jepang. Foto: Adi Warsidi sumberkumparan.com
Kondisi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jepang ternyata tak semua indah. Mereka ada juga yang kerap bekerja di sektor buruh kasar, serta mendapat perlakuan tak mengenakkan dari perusahaan dan majikan.
Prof Dr Saeki Natsuko, Peneliti dan Dosen dari Nagoya University, Jepang mengisahkan kondisi para buruh migran Indonesia di negaranya saat memberikan materi pada diskusi bertema “Migrasi TKI ke Luar Negeri” yang digelar Universitas Almuslim Bireuen, di Banda Aceh, Kamis (7/2).
Menurutnya, TKI di Jepang tetap mengalami berbagai masalah seperti di negara lain. Misalnya tenaga kerja dikirim ke sana mendapatkan pembatasan-pembatasan, penahanan paspor dan pemotongan liar oleh broker serta ada TKI dilarang beribadah.
“Bahkan ada yang dimaki-maki dengan kata-kata babi dan pencuri,” kata Natsuko.
Dia mengetahui persoalan tersebut karena dekat dengan sejumlah TKI di Jepang. Natsuko juga terlibat aktif membantu kegiatan kemanusiaan di Aceh pascakonflik dan tsunami.
Jepang saat ini membutuhkan banyak tenaga kerja, tetapi pemerintah tidak mau menerima migran yang menetap di Negeri Sakura. Mereka merekrut pekerja lewat Program Magang 3 – 5 tahun, bekerjasama dengan negara pemasok tenaga kerja termasuk Indonesia. Soal gaji juga bermasalah, karena ada yang dibayar hanya Rp 1,3 juta setelah pemotongan.
Masalah juga terjadi untuk tenaga kerja dengan keahlian, Natsuko menyebutnya sebagai Program Engineering. Kendati TKI mempunyai ketrampilan seperti lulusan Fakultas Teknik dengan visa engineer, di Jepang sebagian besar bekerja sebagai buruh kasar. Tidak sesuai kemampuannya.
Persoalan lainnya, banyak TKI Magang kemudian lari dari perusahaan tempatnya bekerja. Mereka luntang-lantung di sana, karena sulit pindah ke perusahaan lain. Mau pulang Indonesia, paspor mereka ditahan perusahaan broker.
Dalam presentasinya, Natsuko ikut memutar rekaman suara kesaksian seorang TKI asal Aceh yang bernama Riski. Dia salah seorang yang mengadu kepada Natsuko dan suaminya yang pengacara. Riski masuk dengan visa engineer, dia pikir akan bekerja sebagai engineer. Tetapi ternyata kerjanya buruh, tinggal di wilayah kampung lagi.
Memang ada juga TKI bernasib baik mendapat pekerjaan di perusahaan dengan kehidupan yang layak. Meski memang awalnya berat, tak seperti yang dibayangkan. Lama-lama hingga terbiasa.
Profesor Natsuko menyarakan kepada calon TKI ke Jepang, harus dibekali dengan bahasa Jepang, mengetahui hukum dan peraturan termasuk memahami hak dan kewajibannya. Pemerintah juga harus mengecek isu dan kenyataan sebenarnya. Pemerintah dapat menindak para broker nakal penipu TKI. (ol)