Foto: Roslina (43), memegang SPLP bersama Bukhari bin Ibrahim, tokoh masyarakat Aceh di Malaysia (kanan), dan atase KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (12/11/2019). Sumber tribunnews.com
Kabar miris tentang kehidupan tenaga kerja wanita (TKW) kembali terdengar. Kejadian tidak mengenakkan di negeri orang, dialami oleh Roslina (43), seorang perempuan asal Kota Banda Aceh.
Kisah sedih yang menimpa Ros ini diceritakan oleh Bukhari bin Ibrahim (45), tokoh Aceh di Malaysia, Jumat (15/11). “Alhamdulillah, setelah hampir dua bulan mencari solusi, hari ini (Jumat-red) Kak Ros telah kita terbangkan ke kampung halaman, tapi melalui bandara Kulanamu Medan, untuk menjumpai keluarga terdekatnya yang berdomisili di Medan,” kata Bukhari.
Sejak dua bulan lalu, Ros tinggal di rumah Bukhari di Kuala Lumpur Malaysia. Ros lari dari rumah majikannya, karena tidak tahan setiap hari dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak patut bagi seorang muslim, yaitu memandikan anjing dengan memakai sabun, dan tidak boleh memakai sarung tangan.
Ros juga tidak boleh memakai pakaian muslimah. Tapi harus memakai baju pendek, dengan rambut dipangkas sebahu. “Shalat juga hanya boleh dilakukan sekali saja dalam sehari. Intinya, selama sebulan lebih, Kak Ros melewati hari-hari penuh dosa,” ungkap Bukhari.
Cerita berawal sekitar bulan Juli 2019, Ros menerima tawaran bekerja di Malaysia. Ros yang mengaku tidak berpendidikan tinggi dan terlilit kemiskinan, tidak tahu jika dia telah menjadi korban perdagangan manusia.
Ros merasa tertarik dengan tawaran agen ilegal itu, karena dijanjikan menjadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga yang baik. Namun, faktanya, di Malaysia, Ros ditempatkan di keluarga nonmuslim. Sehingga hari-harinya dia harus melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama Islam yang dianutnya.
Selama satu bulan lebih Ros mencoba menjalani hari-hari terberat dalam hidupnya. Hingga kemudian dia memutuskan melarikan diri dari rumah itu dan meminta perlindungan kepada Persatuan Masyarakat Aceh di Klang.
Beberapa hari kemudian, pihak persatuan (masyarakat Aceh di Klang) menguruskan paspor (SPLP) untuk surat perjalanan Kak Ros ke kampung halaman. Karena paspor Kak Ros telah disita oleh agen.
Perlu waktu dua bulan bagi Bukhari untuk mencari solusi. Dia harus mencari dukungan dan sumbangan untuk kebutuhan membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP), serta membeli tiket untuk memulangkan Ros ke Aceh.
Pengajuan permohonan pembuatan SPLP ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dikabulkan oleh pihak kedutaan. SPLP yang dimohon siap dalam waktu satu jam saja.
Setelah mendapatkan paspor, Bukhari kemudian menggalang sumbangan untuk kebutuhan memulangkan Roslina. Berkat bantuan kawan-kawan, terkumpul sejumlah dana untuk kepulangan Kak Roslina. Dan hari Jumat tanggal 15/11/19 pukul 9.45 pagi, Roslina telah terbang dengan pesawat Air Asia ke Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.
Bukhari yang sejak dua tahun terakhir intens membantu warga Aceh yang mengalami masalah dan kemalangan di Malaysia ini, kembali mengingatkan untuk tidak mudah termakan bujuk rayu bekerja di Malaysia. Dari beberapa kasus yang ditanganinya di Malaysia, diperoleh kesimpulan awal bahwa para korban penipuan agen tenaga kerja ilegal ini adalah gadis dan janda dari keluarga broken home, berpendidikan rendah, dan terlilit kemiskinan.
“Kalau pun ingin menjadi TKW di luar negeri, maka hendaknya melalui agen TKI yang resmi. Sehingga jika terjadi apa-apa ada tempat untuk mengadu,” harap Bukhari. (ol)