Foto ilustrasi buruh migrant di Hongkong. Foto diambil dari Asia Times.
Sekitar 20 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong dilaporkan berada dalam pemantauan polisi setempat. Nama mereka berada dalam daftar 43 orang, yang menurut sebuah kelompok terkait dengan ISIS, demikian dikutip dari South China Morning Post (SCMP) pada Minggu, 13 Agustus 2017 dan diberitakan Liputan6.com Senin 14/8/2017.
Mengutip sumber yang tahu soal penyelidikan polisi, seperti dilansir dari Straits Times, 23 orang lainnya dilaporkan telah meninggalkan Hong Kong.
Polisi Hong Kong telah menghubungi sebagian besar dari 20 TKI yang berada dalam pemantauan. Hasil pemeriksaan, sejumlah buruh migran dinyatakan tak memiliki hubungan langsung dengan ISIS.
TKI mengaku hanya memiliki ideologi tertentu yang serupa dengan yang dimiliki ekstremis. Namun, mereka tak memiliki niat untuk melakukan aksi kekerasan, apalagi melakukan tindakan teroris.
SCMP juga memeberitakan Konsul Indonesia, Tri Tharyat, telah mengintensifkan upaya untuk menghentikan radikalisme orang-orang Indonesia di Hong Kong.
“Kami sudah melakukan upaya terbaik untuk meminimalkan –dan jika memungkinkan–untuk memastikan tak ada orang Indonesia yang berafiliasi dan terpengaruh oleh kelompok ekstremis,” kata Tri Tharyat.
Sebelumnya, dua WNI juga dilaporkan menjadi pengikut ISIS di Suriah. Mereka diidentifikasi sebagai Leefa dan Nur. Keduanya mengaku kecewa usai bergabung dengan kelompok militan tersebut. Sesampainya di kota tujuan, semua janji manis dan angan-angan indah buyar seketika.
Jangankan kehidupan serba mudah, kondisi saja tidak aman. Leefa sadar ia jadi korban janji manis ISIS yang ternyata dusta belaka. Kini Leefa tinggal di kamp pengungsian di Ain Issa, yang letaknya 50 kilometer utara Raqqa.
Sementara Nur, ia pergi ke Suriah bersama keluarganya. Berharap saudara-saudara lelakinya akan mendapatkan pekerjaan yang dijanjikan.
Namun perempuan 19 tahun itu mengaku saat memasuki wilayah ISIS segalanya berbeda dengan yang terpampang di internet.
Menurut Nur, semua itu hanya propaganda. Alih-alih merintis karier dengan gaji setinggi langit, para pria dipaksa jadi militan, menenteng bedil, bertaruh nyawa di zona tempur, berhadapan dengan tank dan rudal lawan.
Apa yang dikatakan Leefa dan Nur tak mungkin dikonfirmasi kebenarannya. Namun, kisah mereka bersesuaian dengan pengakuan sejumlah orang asing yang kabur dari markas ISIS: bahwa mereka semua adalah korban penipuan propaganda Daesh nama lain untuk ISIS. (Ol)