Sebanyak dua belas organisasi WNI di Jeddah, Arab Saudi menolak rencana Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang ingin memulai kembali pengiriman TKI informal ke sejumlah negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi dengan menggunakan format baru.
Dalam pernyataan tertanggal 22 September 2017 yang diberitakan Republika.co.id, pernyataan itu dibuat mengingat karakter Saudi yang tertutup, lemahnya posisi warga negara asing di hadapan sistem hukum Arab Saudi dan sulitnya proses advokasi untuk WNI yang mengalami masalah.
Mereka menimbang masalah yang menumpuk tidak tertangani sebelum Amnesti 2013 mengakibatkan banyaknya TKI kaburan yang mengakibatkan degradasi moral di Tanah Suci yang cukup menjatuhkan martabat bangsa di mata negara lain, meskipun jumlah TKI Arab Saudi berkurang drastis sejak dua kali pelaksanaan amnesti pasca penutupan, namun masih banyak masalah yang belum terselesaikan.
Apalagi masih terdapat puluhan TKI bermasalah di tempat penampungan di KJRI maupun KBRI menunggu penyelesaian. Selain itu banyak juga TKI yang telah divonis maupun terancam hukuman mati ataupun yang menghadapi kasus-kasus hukum lainnya.
Unsur masyarakat WNI menolak rencana pengiriman kembali TKI dalam hal ini tenaga kerja wanita (TKW) informal/ domestik ke Arab Saudi selama sistem perlindungan belum benar-benar diterapkan secara efektif. Apa pun format atau sistem yang akan digunakan dalam hal ini sistem agency, tidak bisa menjadi jaminan mencegah timbulnya permasalahan.
Organisasi menolak adanya praktik-praktik pengiriman TKI ilegal dijadikan alasan untuk membuka pengiriman TKI informal. Harusnya dilakukan pencegahan dengan cara memperketat prosedur atau pengawasan imigrasi.
Pemerintah sebaiknya segera selesaikan persoalan TKI yang bermasalah di Arab Saudi baik melalui program repatriasi, amnesti ataupun yang lain.
Pemerintah harus terus memantau dan memberikan layanan bagi TKI termasuk mempermudah proses bagi yang mengajukan perpanjangan kontrak. Perwakilan pemerintah hendaknya lebih proaktif dalam memantau maupun advokasi terhadap WNI yang telah selesai masa hukumannya.
Organisasi mendesak segera sahkan revisi Undang-undang No 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan Buruh Migran. Meskipun nanti telah disahkan serta poin-poin penerapannya disepakati pihak negara penempatan, perlu adanya masa percobaan untuk melihat apakah sistem perlindungan benar-benar bisa efektif diterapkan.
Organisasi mendesak pemerintah agar membuka lapangan kerja seluas-luasnya di Tanah Air untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, bukannya justru membuat kebijakan yang berdampak pengurangan tenaga kerja, sehingga tidak perlu memaksa untuk mengirim TKI ke negara penempatan yang masih bermasalah dalam hal perlindungan. (Ol)