Foto ilustrasi diambil dari Asia Times.
Setiap kali majikannya menuduhnya melakukan kesalahan, TKI ini harus merasakan pahitnya uang gajinya dipotong oleh sang majikan. Tak hanya itu, ia juga harus merasakan pukulan melayang di wajahnya.
Wanita pekerja Indonesia berusia 27 tahun, sekarang ini diamankan tinggal di Bethune House, Hong Kong tempat penampungan sementara untuk pekerja rumah tangga di masa krisis. Pekerja tersebut telah menceritakan kondisinya yang diperlakukan seperti budak selama lima tahun.
Media lokal HK01.com mewawancarai Surati seorang TKI tentang hari-harinya yang kelam sebagai pembantu di Hong Kong. Seperti banyak pekerja rumah tangga lainnya, Surati datang ke Hong Kong dari Surabaya hanya ingin mendapatkan uang untuk keluarganya.
Semuanya berjalan dengan baik selama dua tahun pertama. Tetapi pada tahun 2014, majikan perempuan Surati menjadi sangat kritis dan mulai memarahinya. Pelecehan verbal kemudian berubah secara fisik ketika dia keliru mengunci diri keluar dari rumahnya.
Majikannya sangat marah hingga ia memukul mata Surati dan memukulnya dengan sepatu hak tinggi.
Selama bertahun-tahun, Surati bangun pukul 5:30 pagi dan bekerja selama 16 hingga 18 jam sehari. Majikannya menyimpan ponselnya dan menolak memberikan kepadanya.
Ketika majikannya memutuskan bahwa Surati telah membuat “kesalahan”, dia menunjukkan daftar periksa yang mencantumkan pemotongan yang akan diambil dari gajinya untuk membayar kesalahan tersebut.
Dia memberi contoh: HK $ 50 hingga HK $ 100 (US $ 6 hingga US $ 12) karena tidak membersihkan rumah dengan benar, HK $ 100 hingga HK $ 200 untuk menempatkan barang-barang pembersih di tempat yang salah, atau HK $ 300 untuk menggunakan air panas untuk mandi selama musim dingin.
Surati diberitahu majikannya bahwa dia perlu bertanggung jawab atas kerusakan peralatan listrik rumah tangga atau perabotan lainnya. Dia harus mengganti kulkas senilai HK $ 6.000 yang rusak, dan dipaksa membeli kasur baru.
Selama periode lima tahun, Surati mengklaim bahwa ia hanya bisa mengirim uang ke rumah delapan kali.
Surati mengatakan bahwa pada suatu hari dia mengeluh kepada majikannya, dan member tahu bahwa dia ingin mengundurkan diri dan kembali ke Indonesia. Namun majikannya mengancamnya dan mengatakan bahwa dia tidak akan dapat kembali bekerja di Hong Kong karena dia akan masuk daftar hitam oleh Departemen Imigrasi.
“Saya tidak punya teman, saya tidak tahu hukum Hong Kong dan ini adalah pertama kalinya saya di Hong Kong, jadi saya sangat takut,” kata Surati.
Mimpi buruk berakhir ketika seorang pekerja rumah tangga yang bekerja untuk keluarga tetangga melihat Surati.
“Kenapa kamu masih di sini? Mata dan kakimu terluka. Tidak ada gunanya bekerja dengan majikanmu, Gajimu sering dipotong dan dilecehkan, ” kata pembantu lainnya.
Temannya memberinya kertas dengan nomor telepon Mission for Migrant Workers.
Surati akhirnya berani untuk melarikan diri ketika tidak ada orang di rumah. Dia berlari ke kantor polisi dan memberi tahu polisi bahwa dia diserang oleh majikannya. Dia dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan medis dan sekarang tinggal di Bethune House menunggu sidang pengadilan mengenai upahnya.
Surati mengatakan dia merindukan suaminya dan putranya yang berusia tujuh tahun di Indonesia dan berharap mimpi buruknya akan segera berakhir sesegera mungkin.