Foto: Surat pernyataan ABK WNI dengan agensi penyalur tenaga kerja yang merugikan pekerja migran (Foto:Repro/IPPRA) sumber law-justice.co
Kasus kekerasan yang menimpa Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal asing terus bermunculan. Februari 2020, empat ABK Indonesia bekerja di kapal asing melalui dua agen di Jakarta: PT Indomarino Maju dan PT Nurrahray Cahaya Gemilang. Mereka adalah Setio Aji Purbatama, Priyo Widodo, Muhammad Syaeful Mahfudin, dan Rendi Harsoyo.
Keempatnya bekerja di perusahaan Kapal ikan Italia, Panarea Charter Line Societa Cooperativa, milik seseorang yang bernama Antonio Taranto. Mereka ditempatkan di dua kapal berbeda, Rita Madre dan Perla Ionica, di pelabuhan Kota Anzio, Italia.
Tapi yang mereka alami jauh dari apa yang sebelumnya dibayangkan. Sejak pertama kali bekerja, mereka mendapat perlakuan yang tidak adil. Sering dicaci maki, diintimidasi, bahkan sampai dipukul oleh majikannya atau kapten kapal. Sistem kerja pun amburadul. Keempat ABK Indonesia itu mengaku hanya punya waktu tidur 2-4 jam.
Mereka hanya menerima bayaran perbulan 500 Euro atau sekitar Rp 8,6 juta. Padahal standar upah minimun Kota Anzio 1.800 Euro. Pernah menanyakan soal besaran gaji sang majikan mengaku sudah membayar 1.200 Euro, dimana 700 Euro telah disetorkan kepada agen di Jakarta.
Aji dan kawannya tidak sanggup bekerja di sana. Tapi tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Dokumen pribadi seperti pasport dan buku melaut, dipegang oleh majikan. Aji sudah berkali-kali menghubungi hotline KBRI di Kota Roma, namun keluhannya tidak direspon dengan baik.
Merasa tidak ada harapan, Aji lantas membuat sebuah postingan di akun media sosial, awal Juli 2020. Meminta tolong agar ada yang membantu proses kepulangan ke Indonesia.
Indonesia`s Public Policy Research and Advocacy (IPPRA), sebuah lembaga advokasi kebijakan publik di Jakarta, akhirnya merespon keluhan Aji. Imelda Prina, perwakilan IPPRA di Eropa kemudian mengontak Aji dan menanyakan kondisi terkini. Aji, Syaeful, dan Priyo meminta tolong untuk dihubungkan dengan KBRI Italia agar bisa mengurus kepulangan mereka.
“Kalau Rendi memutuskan untuk tetap bekerja karena dia sudah berkeluarga dan punya tanggungan di Indonesia,” kata Imelda, Kamis (6/8/2020).
Apa yang dilakukan majikan terhadap Aji dan kawan-kawan jelas melanggar aturan ketenagakerjaan di Italia. Aji dan kawannya disodorkan surat kontrak kerja tiga jam sebelum keberangkatan ke Italia. Jadi tidak sempat untuk menelaah lebih jauh tentang isi perjanjian kerja.
Dalam kontrak kerja, ABK diminta untuk membuat surat pernyataan bermeterai bahwa mereka harus membayar denda Rp 20 juta jika ingin berhenti sebelum masa kontrak berakhir.
Imelda menghubungi KBRI di Roma. Namun mereka mendapat jawaban tidak mengenakan, bahwa keempat ABK Indonesia telah terikat kontrak dan harus menyelesaikan kontrak tersebut.
IPPRA kemudian berkirim surat secara resmi kepada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Lembaga yang dipimpin Benny Rhamdani itu merespon dengan memanggil salah satu agen yang terdaftar di Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), yakni PT Indomarino Maju.
Tanggal 15 Juli 2020, utusan dari KBRI ke pelabuhan Anzio untuk mengonfirmasi kejadian tersebut. Utusan KBRI itu bertemu langsung dengan keempat ABK Indonesia dengan penanggung jawab kapal. Kesepakatan dicapai majikan bersedia memulangkan mereka tanggal 10 Agustus 2020.
Selama menunggu kepulangan, Aji, Syaeful, dan Priyo sudah tidak mau lagi melaut. Mereka minta ditampung di sebuah tempat yang aman dan jauh dari majikan.
“Anehnya, permintaan mereka tidak dikabulkan hanya karena mereka masih terikat kontrak kerja. Padahal jelas-jelas ada pelanggaran dan tindak kekerasan,” Imelda menilai KBRI tidak serius memberi perlindungan WNI yang sedang dalam bahaya.
Mengetahui bahwa para ABK Indonesia melaporkan kasus tersebut ke KBRI, sang majikan marah besar. Tindakan intimidatif dilakukan, walaupun sudah tidak ada pemukulan.
Pada tanggal 18 Juli 2020, ketiga ABK Indonesia diminta untuk menandatangani surat berbahasa Inggris. Majikannya bilang, surat itu dari Kedutaan Besar Indonesia di Roma, untuk mengurus dokumen kepulangan ke Indonesia.
Ketiganya menandatangani surat yang isinya belakangan diketahui menyatakan mereka mencabut laporan. Dituliskan dalam surat itu, “apa yang terjadi hanya sebuah kesalahpahaman”. Surat itu juga menyatakan bahwa ketiga ABK tersebut siap untuk kembali bekerja dan menuntaskan kontrak kerja.
Saat dikonfirmasi apakah KBRI di Roma yang mengeluarkan surat tersebut, Koordinator Fungsi Ekonomi KBRI untuk Italia, Caka A. Awal, membantah. Dia menegaskan, pihaknya tetap pada kesepakatan bahwa ketiga ABK akan segera dipulangkan ke tanah air.
Dengan adanya surat palsu tersebut, rencana kepulangan ketiga ABK Indonesia itu patut dipertanyakan. Sampai saat ini, mereka masih harus bekerja mencari ikan di laut, dengan kondisi yang tidak aman karena sudah terjadi konflik terbuka dengan kapten kapal.
Caka A. Awal dari KBRI di Roma mengatakan, berdasarkan kesepakatan lanjutan, ketiga ABK Indonesia akan diterbangkan ke Indonesia pada tanggal 14 Agustus mendatang.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha menegaskan akan mengawal proses pemulangan WNI yang bekerja di kapal milik warga negara Italia. Sudah konfirmasi KBRI Roma bahwa mereka akan segera dipulangkan pertengahan Agustus,” ujar Judha, Jumat (8/8/20). (0l)