Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia telah memberi target kepada menteri tenaga kerja untuk membuat roadmap yang jelas dan saat yang tepat bagi Indonesia untuk menyetop pengiriman pembantu rumah tangga (PRT) ke luar negeri. Presiden beralasan bangsa Indonesia harus memiliki harga diri dan martabat. Intruksi Presiden tersebut segera ditindak lanjuti oleh Hanif Dhakiri, Menteri tenaga kerja RI. Hanif menyebut penghentian pengiriman PRT ke luar negeri lebih beralasan kepada tidak memadainya sistem hukum dan adat istiadat Negara-negara tertentu dalam memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari Indonesia. Karenanya ia telah membuat keputusan menteri No. 1 tahun 2015 tentang jabatan yang dapat diduduki oleh TKI di luar negeri untuk sektor domestik.
Jabatan tersebut memiliki spesialisasi di sektor rumah tangga. Rencana pemerintah terkait penutupan TKI PRT ke luar negeri ini menjadi ramai diperbincangkan oleh para TKI di dalam dan di luar negeri. Untuk melihat respon para TKI terhadap kebijakan pemerintah ini, kami melakukan survei secara acak kepada 59 TKI yang ada di Taipei dimana dari segi gender keseluruhannya adalah wanita yang bekerja di sektor rumah tangga (informal). Berikut hasil survei kami :
Tidak setuju penghentian pengiriman TKI informal
Mayoritas 80% TKI yang kami survei tidak setuju penghentian TKI Informal.
Sebanyak 80 % TKI informal yang kami survei tidak setuju dengan rencana pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI informal ke luar negeri. Alasan terbanyak yang disampaikan adalah karena ketiadaan lapangan kerja di Indonesia. Mereka beralasan, dengan bekerja di luar negeri dapat membiayai putra-putrinya hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah Indonesia pun sadar bahwa pengiriman TKI PRT sulit dihentikan dalam waktu dekat karena akan berdampak kepada tingginya tingkat pengangguran. Menurut Jusuf Kalla, wakil Presiden RI, penghentian bisa dilakukan jika pertumbuhan ekonomi sudah mencapai 7% per tahun dan itu diprediksi dapat dicapai 2 hingga 3 tahun mendatang, ujarnya.
Hanif Dhakiri sendiri walaupun telah mengeluarkan intruksi penghentian dan pelarangan ke Negara-negara timur tengah dan bahkan menyebutkan seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara timur tengah adalah terlarang dan termasuk kategori tindak pidana perdagangan orang (human trafficking). Namun ia menerapkan kebijakan yang lunak bagi Negara-negara Asia Pasifik seperti Taiwan dan Hongkong. Hanif mengatakan akan memperketat penempatan TKI untuk Negara-negara Asia Pasifik bukan menutup. Ia beralasan TKI di Asia Pasifik secara umum telah mendapatkan upah yang layak dan umumnya Negara-Negara di Asia Pasifik lebih demokratis dan mengedepankan aturan ketenagakerjaan.
Sementara itu Nusron Wahid, Kepala BNP2TKI menyatakan jika sektor informal ditutup, ia mempunyai 2 langkah. Pertama, akan melakukan formalisasi , One person one specification job. Itu baru disebut formalisasi dari informal menuju formal. Sehingga tidak ada istilah domestic workers. Domestic workers akan kita masukkan dalam langgam (model) hospitality. Kedua, akan menggerakkan sektor riil di Indonesia, ujarnya kepada IndosuarA di Taipei.
Belum siap bila tahun 2017 pengiriman TKI informal ke luar negeri ditutup
Sebanyak 76 % responden yang kami survei menyatakan tidak siap bila mereka tidak bisa kembali lagi bekerja di luar negeri. Yanti, TKI informal Taipei berujar bahwa Indonesia tak siap untuk menutup pengiriman TKI dikarenakan masih banyak sarjana pengangguran di Indonesia, apalagi ditambah jumlah TKI yang tak bisa ke luar negeri akibat penutupan. Ia memang datang ke Taiwan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Hasil keringatnya habis tercurah untuk pembiayaan pendidikan putra putrinya dibandingkan menabung, berinvestasi dan berwirausaha.
Pendapat serupa disampaikan oleh Dinda. TKI ini merasa betah dengan majikannya sementara ia masih banyak tanggungan. Namun dari hasil survei ini sebanyak 24 % responden menyatakan kesiapannya. Ada beberapa probabilitas yang dapat menerangkan hal ini. Pertama, keuangannya untuk berwirausaha dan berinvestasi atau target lainnya di Indonesia telah terpenuhi dengan masa kerjanya di Taiwan. Kedua, TKI tersebut tidak memiliki tanggungan apapun seperti putra putrinya yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan, atau suami atau putra-putrinya telah memiliki kemampuan finansial untuk menanggung ekonomi keluarga. Ketiga, fakor keharmonisan keluarga lebih diutamakan dibandingkan kebutuhan finansial yang sifatnya bukan primer sehingga penutupan TKI PRT ke luar negeri bukan masalah baginya.