Foto diambil dari Apple Daily.
Para legislator dan Asosiasi Buruh Internasional Taiwan (TIWA) telah memulai diskusi beberapa hari yang lalu. Untuk waktu yang lama, Ronggong Engineering Co., Ltd. hanya membayar pekerja migran dengan upah sangat rendah dan gagal membayar lembur sesuai hukum. Setelah rapat koordinasi di antara Biro Tenaga Kerja New Taipei, kemarin (12/10) selama 4 jam, Rong Gong dan 57 pekerja migran Indonesia mencapai kesepakatan tentang perbedaan gaji, upah lembur dan upah hari libur khusus, dan lainnya dengan menandatangani mediasi. Biro Tenaga Kerja berhasil membantu para pekerja migran Indonesia mendapatkan uang sejumlah NT$ 9,2 juta.
Biro Tenaga Kerja menunjukkan bahwa pada rapat koordinasi ini, Ketua TIWA Chen Suxiang, staf dari KDEI, dan Biro MRT semuanya mengirim perwakilan ke pertemuan tersebut. Kasus bermula karena Ronggong Engineering dan perusahaan konstruksi milik negara Indonesia “Wika” bersama-sama mengontrak proyek MRT Sanying Line, yang digugat oleh pekerja. Sudah lama, upah Wika Indonesia langsung berdasarkan tingkat gaji lokal dalam rupiah Indonesia. Rekening Indonesia yang dikeluarkan untuk pekerja migran menghasilkan kurang dari NT$ 10.000 dalam gaji bulanan yang sebenarnya. Menurut pekerja migran, “jumlah jam lembur per bulan melebihi 100, tetapi upah lembur per jam hanya NT$ 47.”
Lai Yanheng, kepala bagian layanan tenaga kerja asing, mengatakan bahwa Biro Tenaga Kerja secara aktif melakukan intervensi dalam menangani kasus tersebut. Biro tersebut menggunakan pengawasan dan koordinasi tenaga kerja, mengharuskan Ronggong untuk memikul tanggung jawab majikan, dan mengundang kedua belah pihak ke biro untuk mengadakan rapat koordinasi. Sesuai dengan “UU Dasar Ketenagakerjaan” untuk membayar upah normal, upah lembur, dan lainnya. Selain itu, TKI juga diharuskan mencabut pemberitahuan pelarian TKI dari “kehilangan kontak kurang dari 30 hari”, dan berhasil membantu 12 TKI mendapatkan kembali status hukumnya untuk menghindari TKI ilegal berikutnya.
Namun mengenai hasil koordinasi tersebut, Direktur TIWA Chen Suxiang mengatakan, “Saya tidak puas, tetapi para pekerja setuju dan hanya bisa menerimanya.” Ia mengingatkan para pekerja migran yang terus bekerja di Sanying Line agar bisa melaporkan masalah ketenagakerjaan melalui berbagai saluran, jangan kabur dengan mudah.
Biro Tenaga Kerja mendesak agar lembaga-lembaga publik harus membayar pekerja migran, upah lembur, dan upah cuti khusus sesuai dengan kontrak kerja dan undang-undang dan peraturan Taiwan, dan memelihara saluran komunikasi terbuka untuk melindungi hak-hak pekerja.