Tak dipungkiri, TKI di Taiwan sering berhadapan dengan masalah ketenagakerjaan. Namun adanya masalah bukan lantas menjadikan TKI harus menyerah dan memutuskan untuk bekerja secara ilegal. IndosuarA melakukan survei kualitas pemahaman ketenagakerjaan terhadap 50 TKI yang bekerja di sektor informal. Kami mengambil 4 subyek pengamatan yaitu pengaduan masalah ketenagakerjaan, proses ganti majikan, proses direct hiring, dan perhitungan pajak. Survei dilakukan secara acak di beberapa wilayah Taiwan dan semua responden adalah wanita. Survei ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai TKI Taiwan serta mendapat follow up dari pemerintah Indonesia.
Hampir Seluruh TKI Taiwan Mengerti Cara Melakukan Pelaporan Terkait Masalah Ketenagakerjaan
(tabel lihat di atas)
Bekerja di Taiwan guna meningkatkan taraf hidup keluarga di Indonesia sering tak semulus rencana yang ada. Gaji tidak dibayar, lembur tidak dihitung, dipekerjakan di luar kontrak kerja, kerja dengan tingkat keselamatan kerja yang rendah, minim istirahat, majikan temperamental dan lainnya merupakan masalah umum bagi TKI di Taiwan. Karenanya m bagi TKI mengetahui cara mengadukan dan mendapatkan solusi dari permasalahan ketenagakerjaan yang ditemui. Dalam pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), calon TKI telah diberikan materi peraturan perundang-undangan di negara tujuan penempatan (2x 45 menit), perjanjian kerja (4 x 45 menit), pembinaan mental kepribadian termasuk adat istiadat (1 x 45 menit) hingga bahaya narkoba , pola hidup sehat dan bahaya perdagangan manusia (1 x45 menit).
Hasil survei kami menunjukkan 96 % responden tahu cara melaporkan pengaduan ke layanan konseling 1955 atau KDEI. Sebagian responden mengetahui kedua tempat tersebut dapat menerima laporan masalah ketenagakerjaan. Sebagian besar responden hanya mengetahui layanan 1955 sebagai tempat pengaduan. Di sisi lain, pihak layanan 1955 juga memberikan sosialisasi ketenagakerjaan kepada TKI di bandara kedatangan meskipun tidak setiap waktu dapat memberikan sosialisasi kepada para TKI yang datang.
Kami menemukan 4 % responden sama sekali tidak mengetahui layanan pengaduan ketenagakerjaan baik melalui konseling 1955 atau KDEI. Dari data yang kami peroleh, responden tersebut datang untuk pertama kalinya ke Taiwan. Mengingat pentingnya mekanisme perlindungan diri bagi TKI, maka instruktur PAP perlu memastikan materi tata cara pengaduan masalah ketenagakerjaan di negara penempatan kepada seluruh calon TKI tersampaikan dengan baik.
Masih Banyak TKI yang Belum Mengetahui Persyaratan dan Prosedur Ganti Majikan
Ketidakcocokan berujung konflik antara pekerja dan majikan kerap terjadi. Pekerja menjadi merasa tidak betah bekerja pada majikan tersebut. Pada situasi dan kondisi ini pekerja yang menginginkan ganti majikan harus mengukur alasan yang dimiliki. Jika alasan tersebut dinilai kuat seperti majikan melakukan kekerasan atau pelecehan seksual kepada TKI-nya yang dapat dibuktikan, atau tidak memenuhi isi kontrak kerja, maka bisa pindah majikan.
Bagi tenaga kerja yang mengajukan keinginan pindah majikan dapat berkonsultasi dengan agensinya terlebih dahulu sebelum menghubungi konseling 1955, Depnaker Taiwan (BLA) atau KDEI Taipei bidang tenaga kerja.
Hasil survei kami menunjukkan 40 % responden belum memahami proses pengajuan ganti majikan. Sering dengan alasan ringan, TKI dengan cepat menuntut pindah majikan, melapor langsung kepada 1955. Agensi sebenarnya bisa berfungsi menjadi mediasi namun dalam banyak kasus, agensi cenderung membela majikan.
Ketidaktahuan TKI terhadap syarat dan proses ganti majikan dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, TKI tidak memegang kontrak kerja. Hal ini membuat TKI tak tahu hak-hak yang seharusnya dia miliki. Kedua, TKI tidak memiliki buku saku panduan bagi tenaga kerja asing yang dibagi oleh konseling 1955 di bandara. Ketiga, TKI itu minim informasi dan keterbatasan berkomunikasi. Keempat, kegagalan memahami materi saat PAP atau ketika sosialisasi ketenagakerjaan dari 1955.
Sebagian Besar TKI Taiwan Tidak Mengetahui Cara Mengurus Direct Hiring Mandiri
Kami mendapati 68 % responden tidak mengetahui cara mengurus direct hiring (kembali bekerja di majikan yang sama) tanpa melalui jasa agensi. Bahkan sebagiannya tidak pernah mendengar istilah proses direct hiring. Sebagian responden lainnya mengaku agensi yang mengurus proses direct hiringnya. Sering kali TKI tak berdaya dipungut agensi dengan biaya terlampau tinggi untuk membayar proses direct hiring. Hal demikian tidak lepas pula dari hak prerogatif majikan TKI tersebut. Hasil survei juga menunjukkan perlu diadakan kegiatan sosialisasi kepada para TKI terkait tata cara mengajukan proses direct hiring secara mandiri.
Sebanyak 32% responden mengerti tahapan mengurus direct hiring mandiri. Hal itu disebabkan TKI telah belajar dari pengalaman proses direct hiring melalui jasa agensi sebelumnya. Bisa pula karena majikan dan TKI tersebut memang mengurus sendiri atau bisa jadi karena TKI tahu dari referensi dan infomasi tentang proses direct hiring yang ada.
Proses direct hiring dimulai dari pengurusan job order di kantor direct hiring service center 4 bulan sebelum kontrak kerja berakhir, lalu proses surat izin kedatangan 2 bulan sebelum finish kontrak, kemudian proses legalisir 40 hari sebelum finish kontrak hingga proses pengambilan visa di TETO Jakarta. Untuk informasi direct hiring di Taiwan dapat dilihat di http://dhsc.wda.gov.tw.
Sangat Sedikit TKI yang Mengerti Perhitungan Pajak
Tidak seperti TKI formal, bagi TKI informal seperti care giver, perhitungan pajak tefokus kepada tanggal dan bulan di tahun kedatangan dan di tahun kepulangan. Jika dalam tahun kedatangan atau tahun kepulangan tersebut masa kerja TKI tersebut kurang dari 183 hari maka TKI dikenakan pajak sebesar 6 % dari penghasilannya.
Dari hasil survei yang kami lakukan, 84% responden tidak mengerti perhitungan pajak. Dari sini terlihat ada kemungkinan pajak tidak masuk dalam materi PAP atau sesuatu yang sering dikesampingkan dalam sosialisasi ketenagakerjaan. Kemungkinan lainnya adalah TKI cenderung menyerahkan perhitungan pajak kepada agensi. Faktor lainnya adalah ketiadaan interest atau minat TKI dengan pajak atau karena TKI merasa tidak memiliki masalah dengan gaji yang diterimanya.
Sebanyak 16 % responden mengerti perhitungan pajak. Hal ini dikarenakan adanya perhatian dan keingintahuan TKI terhadap rincian gaji bulanan atau TKI tersebut pernah bersinggungan dengan pajak sebelumnya atau karena memang TKI telah mendapatkan materi dan informasi tentang perhitungan pajak. (es)