Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah ini mungkin sangat cocok seperti yang dialami Rohaenti (42) Buruh Migran Indonesia (BMI) Taiwan, saat mau mudik ke Indonesia harus dihadapkan pada permasalahan pelik yang tak pernah diduganya. Saat melewati pemeriksaan paspor di imigrasi, ternyata ada dua data muncul yang berbeda. Data kelahiran yang dipakai dulu menggunakan tahun kelahiran 1973 dan saat keberangkatan ke Taiwan untuk periode kali ini memakai tahun kelahiran 1974, hingga akhirnya paspornya bermasalah.
”Kata pihak Imigrasi Bandara Taoyuan paspor saya ada 2 data yang berbeda,dan saya di blacklist tidak boleh masuk lagi ke Taiwan, hingga penerbangan saya dibatalkan dan dikembalikan menuju Jakarta. Kemudian majikan membantu urus dan mencarikan tiket pesawat ke Juanda Surabaya. Hal tersebut dikarenakan pesawat yang ke Jakarta dalam 3 hari ke depan sudah tidak ada lagi,” terang Rohaenti yang bekerja di Nantou dan Keelung ini saat masih di bandara Taoyuan, Selasa pagi 19 Juli 2016 kepada kontributor Indosura via telepon.
Setelah mendarat di bandara International Juanda Surabaya pada hari Rabu 20 Juli 2016 pukul 05.31 dengan menumpang pesawat Eva Air dengan nomor penerbangan BR 231 yang berangkat dari Bandara International Taoyuan pada selasa 19 Juli tengah malam, Rohaenti harus dihadapkan lagi pada suatu masalah. Ternyata bagasinya tidak ada.
”Saya sudah menunggu dan mencari sampai bagasi habis tidak bisa menemukan bagasi saya di tempat pengambilan bagasi. Ada satu koper tertulis nama saya di kertas data dari maskapai yang ditempelkan di setiap koper, tetapi itu bukan koper saya, karena di kopernya ada tulisan besar Mulyani. Akhirnya saya lapor ke petugas bandara, kemudian Mulyani yang dilacak dan kemudian dihubungi, ternyata koper tersebut milik seseorang yang ada di bandara International Soekarno Hatta Cengkareng. Saat ditanya apakah ia membawa koper lain, dia pun menjawab tidak. Rohaenti pun menanyakan kepadanya apakah ia melihat ciri-ciri koper miliknya, orang tersebut berkata iya dan di koper tersebut pun tertera namanya Mulyani.” Cerita Rohaenti.
Di antara kekalutan dan kebingungannya, IndosuarA menanyakan kronologis awal kejadiannya. Rohaenti pun menuturkan bahwa semua itu karena seorang calo, penerjemah agensi yang ia kenal untuk mengurusi semua barang-barang bawaannya.
”Saat di bandara Taoyuan saya bertemu dengan penerjemah agensi yang sudah saya kenal, kemudian saya disarankan untuk meyerahkan barang-barang bawaan dan pasport agar diurus temannya bersama banyak BMI lainnya. Dari sinilah akar permasalahannya timbul, karena banyaknya barang yang diurus, dan saya tidak ikut, hingga akhirnya salah tempel namanya juga tujuannya. Saya sudah hubungi penerjemah tersebut tapi belum tersambung,” ujar Rohaenti BMI Taiwan yang berasal dari Kampung Culang Pereng Rt 03 / 02 Desa Sumberjaya Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat ini.
Nasip apes kembali dialami Rohaenti. Ia kehabisan tiket menuju Bandara Soekarno Hatta Cengkareng pada hari Rabu 20 Juli 2016. Semua tiket sudah full hingga ia harus naik bus menuju bandara Cengkareng.
”Ya Allah sangat bingung dan capek. Ada banyak titipan teman di dalam koper tersebut, ada laptop, beberapa HP dan barang berharga lainnya. Kira-kira bisa ditemukan tidak ya,” ungkapnya penuh kecemasan.
Seperti yang diketahui sesuai dengan peraturan penerbangan Taiwan, memasukkan barang-barang elektronik seperti laptop dan HP ke bagasi itu tidak diperbolehkan, karena terdapat baterai. Biasanya, saat check in, pihak maskapai akan melihat jika ada laptop dan HP maka akan dikeluarkan dari bagasi. Berhubung Rohaenti tidak melihat secara langsung barang-barangnya saat check in, ia pun tak tahu nasib barang-barang serta kopernya apakah bermasalah atau tidak. Kini Rohaenti masih dalam perjalanan menuju Jakarta. Kontributor Indosuara akan menuliskan laporan mengenai perkembangan keadaan Rohaenti selanjutnya.