Solar energy, pabrik dimana Lia bekerja. Foto ilustrasi mengenai stadium Taiwan yang menggunakan solar energy, gambar diambil dari http://inhabitat.com/
Kembali Indosuara mendapati pengaduan dari seorang pekerja sektor formal atau pabrik mengenai kasus terhadap PJTKI. Sebut saja Lia (nama samaran). TKI yang bekerja di sebuah pabrik elektro atau solar energy daerah Daxi, Taoyuan ini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kemungkinan pihak PT-nya meminta uang tambahan saat ia akan mengambil beberapa dokumen yang pernah dijadikan jaminan saat berangkat kerja ke Taiwan. Tak hanya itu saja, uang lemburan dan penghitungan di pabriknya pun dinilai tidak adil.
Membayar Rp 1,5 – Rp 2 juta untuk Ambil Dokumen
Lia menuturkan bahwa di pabriknya ini ada sekitar 31 orang pekerja indonesia dari PJTKI yang sama dan mereka pada September 2016 nanti akan pulang ke tanah air, finish kontrak.
“Kami semua mengeluh karena tidak bisa menggambil dokumen persyaratan yang di PJTKI, sedangkan dahulu sewaktu kami di BLK disitu pemilik PJTKI/komisaris mengatakan dokumen kami bisa diambil kalau potongan bank sudah lunas bisa diambil kapan saja melalui sponsor atau orang yang diberi kuasa maupun saudara kami.” Ujarnya pada Indosuara.
Dengan alasan agar tidak dipungut biaya, akhirnya Lia menyuruh adiknya untuk yang bekerja di Jakarta untuk mengambil dokumentasi ke PJTKI tersebut. Ia pun menelepon PJTKI tersebut untuk memastikan pengambilan dokumen, agar nantinya tidak merepotkan adiknya. Namun pihak PJTKI tidak meresponnya. Saat ia menelepon kantor PJTKI tersebut, mereka mengatakan bahwa Lia sendirilah yang harus mengambil dokumen tersebut dengan membawa paspor asli. Lia pun membantah bahwa hal tersebut tak perlu dilakukan.
Ia pun mengemukakan pengalamannya dahulu di PJTKI lain bahwa ia tak perlu membawa paspor asli dan tidak dikenakan biaya. PJTKI tersebut pun memberi alasan bahwa mereka harus cancel nama PT-nya di paspor tersebut, dan aturan setiap PT berbeda-beda.
Ia pun mendapat informasi dari teman-teman yang lain mengenai PJTKI tersebut bahwa kemungkinan Lia akan dikenakan biaya sebesar Rp 1,5 – Rp 2 juta untuk pengambilan dokumen. Jelas saja Lia dan ke 31 temannya yang lain tak mau hal tersebut terjadi pada mereka.
Ketidakadilan di Tempat Kerja
Selama bekerja di pabriknya, Lia dan kawan-kawan juga mendapat perlakuan yang tidak sesuai aturan pemerintah yang berlaku. Awal mereka datang, sistem kerja di pabriknya untuk TKA adalah 3 hari kerja, 1 hari libur dengang jam kerja 12 jam tapi, tetapi dipotong 2 jam untuk jam istirahat. Padahal jam istirahat mereka hanya 50 menit X 2 kali saja.
Kerja pokok 8 jam dan lembur wajib 2 jam, tetapi di hari libur disuruh lembur, namun dapat gaji tetap sama dengan jam kerja normal. Bila taifun juga tetap kerja, begitu juga hari besar lainnya, hanya ada tambahan gaji pokok 1hari saja, begitu juga kalau tahun baru China tetap kerja (tidak ada bonus).
Di pabrik ini pun sistem kerjanya 2 shift, pagi dan malam. Pertukaran shift setiap 5 bulan sekali dan bila kerja shift malam maka perhitungan gaji sama dengan shift pagi, padahal di awal perjanjian ada tambahan NT$ 1000/bulan untuk shift malam. Sayangnya uang itu masuk agensi katanya mereka sudah tanda tangan perjanjian bahwa uang NT$ 1000 itu diambil agensi. Namun saat dilihat di kertas kopian perjanjian kerja yang mereka pegang tidak ada tertulis seperti itu.
“Kami juga diminta tambahan perorang sebanyak NT$ 400/bulan di musim panas untuk biaya AC. Di mulai per Januari 2016 sistem kerja berubah mengikuti berubahnya sistem kerja yang pemerintah Taiwan berlakukan untuk TKA. Kami di sini 2 hari kerja 2 hari libur tetapi di hari ke 3 kami harus tetap masuk kerja karena di hari ke 3 itu adalah hari lembur kami, jadi jam kerja kami di hari kerja pokok 12 jam tapi dihitung 10 jam hitungan gaji 8 jam kerja. Di hari ke 3 adalah jam/hari lembur kami, tetapi perhitungannya 8 jam pertama 1,33/jam dan jam ke-2 berikutnya tetap sama 1,33 per jam. Kami juga sering mengalami ketidakcocokan gaji apabila ada lembur tambahan. Maksudnya bila di hari libur (hari ke-4) kami disuruh lembur, apabila ditanyakan ke kantor katanya mau dicek dan bila ada kekurangan maka akan dimasukan ke gaji bulan berikutnya, tapi nyatanya tidak ada,” keluh Lia pada Indosuara.
Lia pun sudah merasa lelah komplain ke pihak bersangkutan. Namun hasilnya nihil.
“Saya merasa banyak perlakuan yang tidak adil untuk kami. Saya sendiri kurang berani mengadu karena para pekerja juga tidak kompak, malah saya yang diawasi oleh agensi akibat salah seorang teman mengadukan saya pada agensi.” Ujar Lia.
Indosuara pun menghubungi Kadir, perwakilan BNP2TKI di KDEI Taipei. Kadir mengatakan bahwa untuk menyelesaikan kasus yang mereka alami berkaitan dengan pabrik dan agensinya, maka ia harus siap menunjukkan identitas dirinya agar bisa diselidiki lebih lanjut dan ditanyakan pada agensi mengenai kebenarannya. Namun sayangnya jika sang pengadu tidak bisa membuka identitas dirinya pada yang bersangkutan, maka akan sulit dilakukan pendekatan dan menciptakan solusi.
Sementara itu, pemungutan biaya pengambilan dokumen bagi TKI di PJTKI adalah termasuk pungutan liar (pungli) yang tentu saja menyalahi aturan. Solusinya silahkan menghubungi BP3TKI setempat untuk dilakukan pendampingan. Berikut nomor telepon yang bisa dihubungi.
Pelayanan pengaduan TKI Crisis centre BNP2Tki dari dalam negeri : halo tki 08001000 (24 jam bebas pulsa) sedangkan dari luar negeri bisa telepon ke +622129244800, email : [email protected], atau sms ke 7266 atau bisa juga melalui HP perwakilan BNP2TKI di Taiwan 0966-148-669.