Foto diambil dari CNA.
Kontes literature atau sastra tahunan yang bertujuan memberikan dukungan suara kepada imigran dan pekerja migran dibuka hari Minggu di Taipei dan kali ini tidak hanya diadakan untuk kalangan pekerja migrant di Taiwan saja, melainkan juga di Hong Kong, Makau, Singapura dan Malaysia.
Penghargaan Sastra Taiwan tahun ini untuk kompetisi Migran dimulai dengan Joseph Christian P. Aranas, seorang pekerja migran Filipina, membaca “Cry of the Poor” – karya kemenangannya di penghargaan tahun lalu dalam Bahasa Tagalog.
Pembacaan naskah itu diikuti oleh roll play yang dilakukan oleh pekerja migran Filipina yang menggambarkan kondisi kerja tidak manusiawi yang dialami oleh para ABK yang ditutup dengan para pekerja yang membela hak-hak mereka.
Di akhir karya tersebut, mereka meneriakkan kata-kata: “Kami memasuki Taiwan karena kami membutuhkan pekerjaan jangka panjang, tetapi para majikan memperlakukan kami seperti budak. Tolong jangan menyalahgunakan kami; dan kami bukan mesin.”
“Pekerja migran pindah jauh dari rumah untuk mencari pekerjaan guna menafkahi keluarga mereka. Kehidupan sebagai pekerja migran sangat sulit karena sebagian besar waktu Anda tidak dapat bergantung pada orang lain; Semua harus Anda sendiri yang menanggungnya,” ujar Aranas kepada CNA.
Penyelenggara penghargaan, yang dimulai pada tahun 2014 oleh Chang Cheng (張 正), yang memiliki toko buku Asia Tenggara bernama Brilliant Time di Distrik Zhonghe New Taipei City mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan peluncuran kompetisi sastra bagi pekerja migran.
“Tujuan dari penghargaan ini adalah agar suara pekerja migran yang kurang beruntung bisa didengar. Bukan karena suara mereka akan menjadi dominan di masyarakat, tetapi selama mereka didengar, mereka bisa sedikit lebih dekat dengan keadilan.” Ujar Chang.
Kompetisi Sastra Migran pun diperluas tahun ini untuk menyertakan imigran dan pekerja migran di Hong Kong, Makau, Singapura dan Malaysia. Chang berharap bahwa kompetisi tahun ini akan berkontribusi pada perspektif yang lebih luas dan pemahaman tentang literatur migrasi.
Mengenal karya sastra atau bentuk seni lainnya oleh imigran dan pekerja migran akan membantu semua orang mengakui bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat, kata Lennon Wong (汪 英達), kepala Pusat Layanan dan Shelter for Migrant Workers yang dijalankan oleh Asosiasi Pelayanan Masyarakat di Taoyuan.
Penyelenggara menerima karya sastra yang ditulis dalam bentuk apa pun dalam bahasa Vietnam, Indonesia, Thailand, atau Tagalog, dengan batas 3.000 kata. Batas waktu pendaftaran adalah 31 Mei.
Jika Anda ingin mendaftarkan diri, silahkan untuk melihat informasi selengkapnya di website berikut ini dalam Bahasa Indonesia : http://tlam.sea.taipei/?page_id=244