Foto ilustrasi diambil dari CNA.
Kementerian Luar Negeri atau Ministry of Foreign Affairs (MOFA) menyatakan bahwa komitmen pemerintah Taiwan untuk menegakkan hak asasi manusia dan akan terus memperkuat hukum untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja, termasuk pekerja migran, dilindungi.
MOFA membuat pernyataan itu sebagai tanggapan atas Laporan Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan oleh Departemen Hak Asasi Manusia AS pada tahun 2017 lalu, di mana salah satunya ditujukan pada Taiwan mengenai kondisi kerja pekerja migran di Taiwan.
Menurut laporan tersebut, sekitar 600.000 pekerja asing, terutama dari Indonesia, Vietnam, Filipina dan Thailand, rentan terhadap eksploitasi.
Sebagai tanggapan, juru bicara MOFA Andrew Lee mengatakan kepada CNA bahwa instansi pemerintah tersebut akan bekerja untuk membuat aturan undang-undang yang relevan, memperkuat pelaksanaan hukum dan menggunakan kampanye kesadaran untuk melindungi hak-hak para migran yang tinggal di negara tersebut.
Lebih lanjut, MOFA berharap untuk meningkatkan kerja samanya dengan AS mengenai isu-isu hak asasi manusia global, nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja atau Ministry of Labor (MOL) juga memberikan tanggapan pada hari yang sama, dengan mengatakan bahwa undang-undang ketenagakerjaan mengatur pekerja domestik dan asing di Taiwan, jadi tidak boleh ada perbedaan antara kedua kelompok tersebut.
MOL telah menyiapkan sistem yang komprehensif untuk perlindungan hak-hak pekerja asing, termasuk hotline multibahasa bebas pulsa “1955”, dengan layanan dalam bahasa Mandarin, Inggris, Thailand, Indonesia, dan Vietnam, bagi para pekerja untuk mengajukan keluhan tentang hukum perburuhan.
Selain itu, MOL juga berencana untuk memberikan hari libur yang akan memungkinkan pekerja, seperti care taker yang bekerja di rumah untuk menerima lebih banyak waktu istirahat.
Hal tersebut bukan pertama kalinya bahwa masalah Taiwan dengan hak pekerja migran telah disinggung oleh organisasi di luar negeri.
Bulan lalu, Yayasan Keadilan Lingkungan atau Environmental Justice Foundation, sebuah organisasi non profit yang berbasis di Inggris, meminta Taiwan untuk meningkatkan perjuangannya melawan perdagangan manusia di laut dan memberikan perlindungan yang lebih besar kepada para nelayan migran yang dipekerjakan di kapal Taiwan.
Yayasan tersebut memposting video online berjudul “Eksploitasi dan Pelanggaran Hukum: Sisi Gelap ABK Nelayan di Taiwan”. Yayasan tersebut mengekspos eksploitasi yang diderita oleh para pekerja migran di kapal penangkap ikan milik Taiwan.