Foto dok Indosuara.
Pemberitaan demo asosiasi majikan pada beberapa hari yang lalu bertempat di KDEI sempat menuai protes pekerja migran asal Indonesia dikarenakan tulisan demo yang terlampir dengan pernyataan, “Say no to Indonesian workers” atau “katakan tidak untuk pekerja migran Indonesia”. Meskipun maksud demo tersebut adalah katakan tidak untuk merekrut pekerja migran yang baru dikarenakan biaya penempatan tinggi yang harus dibayarkan seluruhnya oleh majikan, akibat tuntutan dari pemerintah Indonesia.
Akibat pernyataan tersebut, banyak dari pekerja migran Indonesia pun berbondong mengganti profil picture facebook mereka dengan ilustrasi gambar perkantoran, pabrik dan rumah majikan dengan tulisan “say no to work outside the job” atau “katakan tidak untuk pekerjaan di luar job”. Hal tersebut sebagai aksi protes balik para pekerja migran yang tidak menyukai slogan “Say no to Indonesian workers”.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, menanggapi pengumuman sepihak Indonesia, disebutkan bahwa semua pekerja migran terutama care giver dari Indonesia harus dibayar oleh majikan di Taiwan. Biaya-biaya tersebut termasuk: tiket pesawat, paspor, pemeriksaan kesehatan, biaya penempatan, pelatihan dan biaya terkait lainnya.
Khawatir dengan beban tambahan, para penerima perawatan yang tergabung dalam asosiasi majikan berkumpul di Kantor Perwakilan Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei untuk demonstrasi pada tanggal 21 Oktober lalu.
Asosiasi Buruh Internasional dan Kerukunan Pengusaha Taiwan telah menerima pengumuman sepihak dari Indonesia pada akhir Juli, yang menyatakan bahwa semua pekerja migran terutama sektor care giver dari Indonesia harus dibayar oleh majikan Taiwan mulai 1 Januari 2021. Agensi di Taiwan mengatakan biaya yang diperlukan berkisar antara 70,000 hingga 100.000 NTD.
Baca berita sebelumnya di sini http://indosuara.com/is-news/berita-taiwan/asosiasi-majikan-demo-di-depan-kantor-kdei-tolak-pekerja-migran-asal-indonesia-karena-biaya-tinggi/
Indosuara mengumpulkan beberapa aktivis pekerja migran dari GANAS dan HMISC serta TIWA pada hari Minggu 25 Oktober 2020 untuk berdiskusi. Salah satu aktivis pekerja migran mengatakan bahwa tuntutan asosiasi majikan mengenai penolakan pembayaran sekitar NT$ 70,000 –NT$ 100,000 bukanlah jumlah yang konkrit.
Pemerintah Indonesia sendiri belum mengeluarkan jumlah detil perincian pembayaran tersebut. Namun disinyalir bahwa jumlahnya tidak setinggi seperti yang diprediksikan asosiasi majikan tersebut.
Merujuk dari peraturan Perkaban no 9 tahun 2020 pasal 3 ayat 2 mengenai komponen dan biaya penempatan PMI PRT Taiwan 2021 disitu tertera beberapa jumlah sebagai berikut :
- Tiket keberangkatan Rp ……………………….
- Tiket pulang Rp ……………………………..
- Visa Rp 727,000
- Legalisasi perjanjian kerja Rp 600,000
- Penggantian paspor Rp 360,000
- Surat keterangan catatan kepolisian Rp 30,000
- BPJS PMI 2 tahun + 1 tahun Rp 536,250
- Pemeriksaan kesehatan & psikologi Rp 600,000
- Transport lokal Rp 500,000
- Akomodasi Rp 150,000
- Jasa P3MI (PJTKI) Rp 4,000,000
Jumlah total Rp 7,503,250 (15,006 NT$)
Jumlah di atas belum termasuk tiket PP. Catatan tersebut dibuat oleh Rohim Sitorus, lawyer dari SBMI. Para aktivis pekerja migran juga memiliki catatan estimasi tersebut sebagai acuan. Mengenai keakuratan perincian biaya tersebut masih belum dapat diketahui dikarenakan belum ada rincian biaya formal yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Tuntutan aktivis hanyalah adanya perbaikan dari sistem prosedural perekrutan PMI yang terjadi di Indonesia. Para aktivis pun mengemukakan pandangannya jika alangkah baiknya sistem perekrutan tanpa campur tangan agensi, alias melakukannya dalam jalur G to G antar pemerintah.