Foto Wakil Direktur WDA MOL Tsai Meng-liang (蔡孟良, kiri), Wakil Kepala KDEI Teddy Surachmat (tengah), dan Wakil Direktur NIA, Bill Chung (钟景琨, kanan) / Foto milik NIA/ CNA.
Pemerintah Taiwan memulai program amnesti selama tiga bulan untuk warga negara asing yang telah melampaui masa berlaku visa mereka, atau TKA kaburan dengan memberikan bayaran denda lebih kecil.
Pada konferensi pers, Wakil Direktur NIA, Bill Chung (钟景琨) mengatakan bahwa amnesty ini akan berlangsung hingga 30 Juni dipaketkan bersama program pemberantasan pandemi COVID-19, di mana para pekerja migran yang tidak berdokumen dan overstayers visa jika ingin kembali ke negara asal mereka tetapi khawatir tentang hukuman, akan diberikan keringanan pembayaran dan batasan pelarangan untuk kembali masuk ke Taiwan.
Di bawah program ini, tidak akan ada penahanan wajib, sedangkan hukuman maksimum akan menjadi NT $ 2.000 (US $ 66) dan tidak ada larangan masuk kembali. Dibandingkan dengan aturan normal sebelumnya, penahanan, denda maksimum NT $ 10.000 dan larangan masuk 1 hingga 8 tahun untuk TKA kaburan yang tertangkap.
“Dengan kata lain, kami tidak akan menahan atau membatasi mereka untuk kembali ke Taiwan di kemudian hari, dan meminimalkan denda hanya NT $ 2.000 saja,” kata Wakil Direktur NIA, Bill Chung (钟景琨). Program ini secara resmi dimulai pada 1 April, tetapi hak istimewa amnesti juga akan tersedia bagi mereka yang menyerahkan diri mulai Jumat hari ini, kata Chung.
Menurut statistik NIA, salah satu jumlah terbesar warga negara asing overstayer di Taiwan adalah pekerja migran, dengan jumlah 48.545 pada akhir Januari. Dari jumlah tersebut, 23.474 orang Indonesia, 21.931 orang Vietnam, 2.366 orang Filipina, 773 berasal dari Filipina Thailand dan satu dari Malaysia.
Teddy Surachmat, Wakil Kepala KDEI mengatakan kepada CNA bahwa pihaknya akan menginformasikan tentang amnesti melalui media online, dan juga akan menggunakan bantuan pekerja migran Indonesia lainnya dan menyampaikan pada aktivis pekerja untuk menyampaikan informasi tersebut.
Teddy Surachmat juga meminta pemerintah Taiwan untuk menguji pekerja migran Indonesia yang tidak berdokumen untuk menghubungi otoritas imigrasi mengenai tes COVID-19 sebelum memulangkan mereka.
Sebagai tanggapan, Chung mengatakan bahwa lembaganya akan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pusat Komando Epidemi Sentral dengan mengukur suhu dan memeriksa setiap overstayer.
Program ini merupakan kelanjutan dari program serupa yang dilakukan dari Januari hingga akhir Juni tahun lalu, di mana lebih dari 17.000 orang yang mendaftar termasuk lebih dari 9.000 pekerja migran yang sebelumnya tidak berdokumen yang secara sukarela menghubungi otoritas imigrasi dipulangkan.
Seorang pekerja migran tidak berdokumen, yang diwawancarai mengatakan bahwa amnesti itu “kabar baik,” tetapi dia tidak mau menyerahkan diri dan akan tetap bekerja di Taiwan karena dia memiliki keluarga yang perlu dibantu.
Namun, dia mengatakan bersedia mencari bantuan medis jika dia kemungkinan mendapati gejala yang menyerupai coronavirus.