Foto: Sondos Alqattan, dari akun instagram Sondos Alqattan sumber berita BBC News Indonesia
Komentar Sondos Alqattan, seorang selebgram Kuwait tentang pekerja migran dinilai mencerminkan perlakuan majikan di wilayah Timur Tengah terhadap TKI.
Beberapa hari lalu Sondos mengatakan pendapat terhadap pekerja rumah tangganya yang dinilai sangat tidak manusiawi membuat banyak kalangan berkomentar.
Sondos mempertanyakan undang-undang baru yang dinilai memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pekerja rumah tangga (PRT).
“Bagaimana Anda bisa punya pembantu yang boleh menyimpan paspornya sendiri? Yang lebih parah lagi, mereka berhak mendapatkan satu hari libur dalam seminggu,” kata Sondos. Karena ucapannya di media sosial itu Sondos Alqattan menghadapi kecaman.
Hal itu mencerminkan perlakuan majikan di negara-negara Arab terhadap pekerja migran, termasuk perlakuan untuk pekerja asal Indonesia.
Majikan di negara-negara Arab memang menganggap pekerja sebagai properti, bukan manusia. Demikian perspektif yang disampaikan Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care kepada BBC News Indonesia.
Undang-undang tentang perlindungan bagi pekerja migran, terutama yang berprofesi sebagai PRT, disahkan parlemen Kuwait pada 2015 dan mulai diterapkan Mei lalu.
Perbuatan selebgram Kuwait ini disesalkan banyak kalangan, termasuk Produsen kosmetik Mac Factor Arabia dan Anastasia Beverly Hills yang menghentikan kerjasama dengan Sondos Alqattan.
Ucapan Alqattan memicu kecaman dari warganet, organisasi pekerja migran, dan para pembaca BBC Indonesia.
“Cantik di luar belum tentu cantik di dalam, enggak berperikemanusiaan. Pembantu sudah seperti budak, sehari libur dalam seminggu aja ribut. Coba deh kalau dia kerja terus menerus ngga ada liburnya gimana,” kata Karmita Gayatri.
“Bukan cuma dia. Kebanyakan majikan orang arab seperti itu. Orang arab rata-rata begitu. Pembantu rumah adalah budak atau hamba. Lain Hongkong, Singapura, PRT pegang paspor sendiri,” kata Khiam Chg
“Coba itu orang suruh liburan ke Hongkong, Taiwan, apa Singapore. pasti seketika kejang-kejang liat mbak-mbak PMI berkeliaran bebas,” kata Noor Khamidah.
Menanggapi banyaknya kecaman warganet, Alqattan mengunggah tanggapan di Instagramnya.
Dalam tanggapan itu dia tetap mempertahankan pendapatnya bahwa paspor pekerja migran harus tetap ditahan oleh majikan.
Dia juga mengaku tidak pernah memberlakukan jam kerja yang panjang untuk pembantunya. Jam kerja di rumahnya fleksibel, termasuk jam istirahat yang juga fleksibel, tapi tak pernah lama.
Menurut Wahyu Susilo, dari Migrant Care inilah kesulitan memperbaiki kesejahteraan pekerja migran di negara-negara Arab.
Sementara menurut ketentuan International Labour Organization (ILO), pekerja hanya boleh bekerja maksimal 8 jam sehari.
ILO juga menilai bahwa penyitaan dokumen identitas, termasuk paspor, adalah indikasi utama kerja paksa. Bahkan sebenarnya menyita paspor pekerja adalah perbuatan ilegal di negara-negara arab.
Namun pada praktiknya, paspor para pekerja migran masih ditahan dan mereka bekerja tanpa punya jam istirahat kecuali waktu tidur yang itu pun sangat terbatas.
Menurut Wahyu Susilo, langkah Kuwait untuk mengesahkan undang-undang perlindungan tenaga migran bisa mengawali perubahan nasib para pekerja. Namun para majikan, seperti Sondos Alqattan, masih enggan berubah dan memprotes langkah pemerintahnya.
Meskipun di tingkat pemerintah sudah mulai ada perubahan, kulturnya juga harus diubah, dan mengubah kultur lebih sulit dari mengubah aturan.
Untuk itu, pemerintah Indonesia diminta terus mendorong lobi pada pemerintah Timur Tengah untuk mengubah persepsi mereka tentang pekerja migran.
Migrant Care sendiri tidak merekomendasikan negara-negara Arab menjadi negara prioritas tujuan pekerja migran Indonesia. Sampai ada sistem pengaman untuk pekerja di sana.
Kalaupun bekerja ke Timur Tengah, pekerja migran tak hanya berorientasi pada Arab Saudi, tapi negara Arab lain yang sistemnya lebih berpihak pada buruh migran, misalnya Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab.