Tarsinah, buruh migran asal Indramayu, Jawa Barat tiba di tanah air melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng, Sabtu (20/8/2016). Ia tiba pada 07.40 WIB dengan Qatar Airways QR 958. Tarsinah adalah buruh migran yang berangkat bekerja secara non-prosedural ke Iraq pada tahun 2014.
Di majikan pertamanya, Tarsinah mengaku sering diperlakukan kasar hingga akhirnya Tarsinah berhenti dan oleh agen di Bagdad Tarsinah dipindahtangankan ke majikan kedua.
Hubungan Tarsinah dengan majikan kedua sangat baik dan ia diperlakukan sebagai keluarga. Namun Trauma lama dari majikan sebelumnya masih membekas sehingga Tarsinah meminta pulang.
Sayangnya majikan kedua menolak permintaan Tarsinah karena kontrak kerja yang berkekuatan hukum di Irak baru dijalani 1 tahun dan majikan sudah membayar mahal untuk bisa mempekerjakan Tarsinah dari pihak agen.
“Sesuai arahan Menlu, kami lakukan upaya persuasif semaksimal mungkin untuk mengambil dari majikan, meskipun secara hukum Tarsinah masih harus menjalani kontrak selama 1 tahun”, ujar Duta Besar Bambang Antarikso, Dubes RI dalam keterangannya kepada IndosuarA, Minggu (21/8/2016) malam.
Bambang mengatakan, setelah melalui upaya persuasif tanpa henti oleh Tim Perlindungan WNI KBRI Bagdad, pada Kamis (11/8/2016) lalu majikan akhirnya mengijinkan Tarsinah diambil secara baik-baik dan dibawa ke shelter KBRI untuk diproses pemulangannya.
Kedatangan Tarsinah disambut isak tangis oleh Ibunya yang difasilitasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) untuk ikut menjemput ke Jakarta.
Setibanya di Jakarta, wakil dari Kementrian Luar Negeri kemudian menyerahterimakan Tarsinah kepada BNP2TKI untuk dipulangkan ke daerah asal.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementrian Luar Negeri, Muhammad Iqbal mengatakan, kasus Tarsinah adalah puncak gunung es dari persoalan buruh migran yang berangkat ke Timur Tengah secara non-prosedural.
Menurutnya, meski pengiriman buruh migran sektor domestik (pekerja rumah tangga) ke 19 negara Timur Tengah sudah ditutup sejak tahun 2015 lalu, namun diperkirakan setiap hari terdapat ratusan buruh migran sektor domestik yang tetap berangkat ke Timur Tengah melalui berbagai bandara internasional di Indonesia.
Sebagian dari mereka berangkat secara sadar dan sebagian lainnya adalah korban perdagangan manusia (trafficking). Mereka yang berangkat secara non-prosedural ini sangat rentan karena tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak memiliki instrumen perlindungan.
Setiap harinya terdapat ratusan buruh migran non-prosedural yang ditampung di shelter milik perwakilan RI di Timur Tengah. (yw)