Foto: Sandria, tenaga kerja Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S2 di Universitas Terbuka (UT) Pokjar Singapura, sumber: Medcom.id/ Githa Farahdina.
Selama ini tenaga kerja Indonesia sering dipandang dekat dengan permasalahan. Bisa terseret kasus hukum, ketahuan ilegal, atau menjadi korban kekerasan majikan.
Sandria (47), TKI Singapura mematahkan pandangan itu. Ibu dari dua orang putri asal Salatiga ini tak mau hanya menjadi asisten rumah tangga. Lebih-lebih bermasalah.
Sandria sedang menempuh pendidikan S2 di Universitas Terbuka (UT) Pokjar Singapura. Gelar master administrasi publik segera digenggam setelah tesis yang kini dalam proses pengerjaan dirampungkan.
Pendidikan memang menjadi fokus utama Sandria. Menjadi TKI pun berangkat dari niat keras memberikan pendidikan tertinggi bagi anak-anaknya. Namun, mengembangkan diri sendiri tetap ia anggap perlu. Selain demi anak, Sandria mengaku kuatnya keinginan belajar muncul karena utang janji kepada orang tua.
Bapak dan Ibu Sandria sangat ingin sang anak melanjutkan sekolah selepas SMA. Harapan itu pupus karena satu dan lain hal.
Sandria mulai menjadi TKI di Singapura 12 tahun lalu. Pada 2011, Sandria yang saat itu berusia 40 tahun berhasil masuk UT Pokjar Singapura. Ia mengambil jurusan Sastra Inggris dengan bidang minat penerjemahan. Pendidikan S1 ia selesaikan dalam 3,5 tahun dengan pekerjaan sebagai TKI tetap dilakoni.
Sembari bekerja di rumah majikan, Sandria juga aktif di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja (P3K) milik KBRI Singapura. Ia bertugas sebagai admin.
Sandria awalnya berminat melanjutkan ke Jurusan Hubungan Internasional. Sayangnya, Jurusan itu tak tersedia di UT. Ia yang menempuh S1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga tak mungkin melanjutkan ke Jurusan Manajemen Akuntansi. Hanya ada jurusan Manajemen Administrasi Publik.
Meski tak sesuai harapan awal, Sandria tetap serius menjalani pendidikan. Keseriusan ditunjukkan dengan displin membagi waktu.
Majikan Sandria sudah memahami. Sandria juga diizinkan terbang ke Batam untuk menjalani ujian per 6 bulan, selama 3 hari. Perjanjian soal ini sudah dibahas sejak awal pembuatan kontrak kerja. (Ol)