Foto: Konjen RI bersama TKI sumber Arifin Asydhad/kumparan.com
Seperti yang dialami oleh Lusi dan Erizha, dua TKI yang sudah lama bekerja di Macau, China. Keduanya berbagi kisah saat acara pelatihan menulis yang digelar oleh Konsulat Jenderal RI Hong Kong di Macau, China, Sabtu (4/11) malam.
Konjen RI di Hong Kong Tri Tharyat sengaja menggelar pelatihan guna meningkatkan semangat kreativitas dan minat para buruh migran di Macau dalam menulis. Diharapkan, setelah mengikuti kegiatan pelatihan, mereka bisa berbagi kisah inspiratif dan positif kepada masyarakat Indonesia.
Hadir sebagai pemateri pelatihan adalah diplomat Aji Surya, dan jurnalis Arifin Asydhad. Keduanya menyampaikan pentingnya berbagi cerita bermanfaat bagi masyarakat di tengah era keterbukaan informasi.
Lusi dan Erizha sebelum mulai menulis, mereka diminta untuk bercerita dulu secara lisan soal kisah hidupnya yang bisa menginspirasi.
Lusi memulai lebih dulu dengan cerita menarik. Dia mengatakan, datang ke Macau awalnya sebagai asisten rumah tangga. Lalu dia berupaya untuk mengubah nasib, tak mau puas hanya dengan menjadi pembantu. Akhirnya dia pun belajar bahasa Inggris dan kemampuan penunjang lainnya.
Setelah rajin belajar dan mulai menguasai bahasa asing, Lusi mencoba melamar di sebuah tempat makan dan diterima. Lalu perubahan drastis dalam hidupnya mulai terjadi. Di situ, dia berjumpa dengan seorang pria yang berprofesi sebagai pilot dan belakangan menjadi suaminya.
Pria tersebut dikenal Lusi lewat sebuah kejadian istimewa. Lusi pernah melempar kentang goreng pada pria tersebut, hingga belakangan akhirnya mereka sering berjumpa dan jatuh cinta. Kini, Lusi sudah dikaruniai dua anak, dan mendapat izin tinggal sebagai permanent resident di Macau serta Australia.
Cerita lainnya datang dari Erizha. Dia juga datang awalnya sebagai pembantu rumah tangga. Namun belakangan dia mencoba melamar di sebuah hotel di Macau. Nah, ada hal menarik saat proses seleksi untuk mendapat pekerjaan tersebut.
Menurut Erizha, seperti diberitakan kumparan.com dia saat itu antre bersama puluhan pelamar lain dari berbagai negara untuk mendapatkan pekerjaan sebagai pencuci piring. Seleksinya diawali dengan pertanyaan soal penguasaan bahasa. Mereka yang bisa bahasa Inggris, bahasa Kantonis, bahasa Mandarin jadi prioritas. Reisya menguasai ketiga bahasa tersebut karena hasil kerja keras selama ini.
Saat tersisa beberapa orang kandidat untuk posisi tersebut, proses seleksi akhir ditentukan dengan cara unik. Yang dipilih oleh pihak hotel adalah kandidat yang memiliki tinggi paling besar. Ternyata itu adalah Erizha.
Erizha heran, untuk mendapat pekerjaan sebagai tukang cuci piring sungguh berat syaratnya. Namun beruntung, dia akhirnya bisa menjalani pekerjaan itu sampai sekarang. (Ol)