Foto: ilustrasi Monas Jakarta sumber DetikNews.com
Kementerian ESDM melalui Badan Geologi ikut menaruh perhatian yang besar terhadap kondisi lingkungan di Jakarta. Salah satu yang menjadi isu besar adalah kota metropolitan ini berpotensi tenggelam.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku sangat khawatir tentang permasalahan Jakarta itu. Apalagi intrusi air laut kini sudah mencapai Monas.
Jonan menerangkan, pihaknya melalui Badan Geologi sudah melakukan kajian terkait penurunan permukaan tanah. Tercatat hingga 2013 permukaan tanah di Jakarta sudah turun 40 meter dari asalnya, khususnya di Jakarta bagian utara.
Menurut menteri ESDM penurunan permukaan tanah di wilayah Jakarta Utara bisa mencapai 12 cm per tahun. Jonan menilai catatan itu sudah cukup mengkhawatirkan dan patut untuk diberi perhatian khusus.
“Coba kalau 10 cm per tahun saja, itu 10 tahun sudah 1 meter. Kalau 50 tahun sudah 5 meter. Jadi ini persoalan yang menurut saya jadi persoalan bersama,” ujarnya.
Dampak yang sudah jelas terlihat adalah wilayah di pesisir Jakarta Utara. Air laut sudah masuk dan mengurangi batas wilayah di Jakarta Utara.
Masuknya air laut ke wilayah Jakarta sudah menimbulkan intrusi atau masuknya air laut ke pori-pori batuan yang mencemarkan air tanah. Menurut catatan Badan Geologi intrusi air laut sudah mencapai wilayah Monas bagian utara.
“Intrusi air lautnya sudah sampai Monas area utara. Kalau dibiarkan terus intrusi air lautnya makin parah, ekologi lingkungannya makin banyak,” tambahnya.
Salah satu penyebab penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut adalah pengambilan air tanah yang berlebihan. Untuk itu Jonan menghimbau agar seluruh masyarakat Jakarta memanfaatkan air permukaan tanah yang diolah oleh PDAM.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menjelaskan, penurunan permukaan tanah atau land subsidence diakibatkan tiga hal. Pertama berkurangnya air di dalam tanah akibat penggunaan yang berlebihan.
“Perubahan di dalam suatu batuan karena di situ pori-pori yang semula berisi air jadi kosong karena disedot,” terangnya.
Kedua, lantaran beban permukaan tanah yang berlebih akibat bangunan tinggi. Dengan begitu beban permukaan tanah semakin berat dan membebani lapisan di bawahnya.
Ketiga, konsolidasi natural, atau terjadinya pemantapan tanah yang bersifat natural. Misalnya ada bagian yang terbentuk dari endapan lengkungan pasir-pasir halus yang kemudian mengeras.
Badan Geologi sendiri saat ini sejak 2015 sudah ditunjuk oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai badan yang mengeluarkan rekomendasi untuk sumur bor. Badan Geologi sudah memetakan wilayah yang tidak boleh lagi dibuat sumur bor untuk mengambil air di dalam tanah.
Pihaknya pun menghimbau agar seluruh masyarakat Jakarta memanfaatkan air permukaan tanah seperti sungai yang diolah oleh PDAM. Sayangnya saat ini PDAM hanya bisa menyuplai sekitar 40% untuk kebutuhan air bersih di Jakarta.
Badan Geologi mencatat kebutuhan air bersih di Jakarta pada 2015 mencapai 824,78 juta kubik per tahun. Sementara kemampuan suplai PDAM hanya mencapai 560,6 juta kubik per tahun.
Belum lagi adanya kebocoran pada jaringan pipa PDAM yang mencapai 232,2 juta kubik per tahun atau mencapai 41%. Sehingga suplay PDAM secara riil hanya 328,4 juta kubik per tahun atau hanya memenuhi sekitar 40% dari kebutuhan air bersih di Jakarta.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan bahwa hal tersebut adalah benar. Semua pihak sebenarnya sudah mengetahui mengenai wilayah pantai utara Jakarta yang terus-menerus mengalami penurunan tersebut. Langkah aksi penanganan menjadi pertanyaan selanjutnya.
Turunnya permukaan air laut juga sudah diketahui penyebabnya, di mana salah satunya adalah pengambilan air tanah yang berlebihan. Untuk itu, hal yang harus dipikirkan adalah bagaimana mencari solusi dari semua masalah itu.
Untuk diketahui, tercatat hingga 2013 permukaan tanah di Jakarta sudah turun 40 meter dari asalnya, khususnya di Jakarta bagian utara. Penurunan itu akumulasi dari puluhan hingga ratusan tahun.
Meski begitu, dari 2013 hingga 2018 penurunan permukaan tanah di Jakarta menunjukkan perbaikan. Dari yang tadinya turun 40 meter, di 2018 penurunannya jadi 35 meter.
Bukti dari penurunan permukaan tanah juga bisa dilihat dari beberapa hal yang kasat mata, seperti turun dan miringnya bangunan gedung di wilayah Jakarta Utara. (Ol)