Slamet Wiyono, mantan buruh migran (BMI) asal Ngawi, tepatnya dari Desa Tempuran Pawon sudah merasakan suka duka bekerja di negeri orang selama bertahun-tahun. Kisah perantauannya di negeri orang dimulai tahun 1999 sampai tahun 2012. Selama kurang lebih tiga belas tahun itu Slamet yang biasa dipanggil Kang Met bekerja di negeri ginseng, Korea Selatan.
Pertama menginjakkan kaki di negara yang terkenal dengan istilah K-Pop nya itu di Provinsi Dae Gu. Kemudian Kang Met berpindah tempat kerja ke daerah Conan Pyongtaek, Guangju, Chong-ju, Osan, Ansan, dan akhirnya menetap di Seoul pada tahun 2008.
Bertahun-tahun hidup dan tinggal di negara orang membuat banyak ilmu, pengalaman, dan jaringan yang Kang Met dapat, selain tentu saja hasil dari bekerja; uang untuk modal dan bekal kelak jika kembali ke kampung halaman.
Sekembalinya dari rantau, Kang Met langsung mempersunting gadis pujaannya yang tiada lain teman sepermainan pada masa kecilnya. Semua impian dan cita-cita yang dibayangkan selagi di Korea perlahan mulai dijalaninya. Perlahan Kang Met pun mulai merintis berbagai usaha yang didasari keahlian serta pengalamannya yang sebagian besar didapat selagi bekerja di luar negeri.
Bengkel. Ya, awalnya Kang Met membuka usaha perbengkelan. Memanfaatkan pekarangan rumahnya yang cukup luas, bengkel itu pun berdiri dengan segala peralatannya. Berkat keuletan serta kerajinannya dalam bekerja Kang Met banyak menghasilkan alat-alat pertanian dan peternakan yang telah lahir sebagai bentuk kesungguhannya.
Selain menjalankan usaha perbengkelannya itu, Kang Met juga membuka diri untuk melatih para pemuda di desa setempat untuk belajar ilmu perbengkelan darinya. Hal tersebut dilakukannya secara cuma-cuma alias tanpa memungut bayaran. Kang Met yang bersahaja dan kalem ini terus bekerja dan beramal. Ia dengan tekun dan sabar menjalani kehidupan sehari-harinya di desa dengan harapan bisa memberikan peluang usaha bagi para pemuda khususnya mereka yang putus sekolah.
Berbagi itu indah, demikianlah prinsip hidup yang dianut Kang Met. Sederhana namun sangat besar nilainya. Niatnya sangat kuat, ia ingin ikut berkontribusi untuk membangun desa dan membantu masyarakat.
Setelah menjalani usaha perbengkelan, Kang Met mulai merambah usaha lain yaitu dalam bidang pertanian dan peternakan. Sistem moderen yang menjadi andalannya patut diacungi jempol. Kang Met menjadi pelopor prinsip pola gerakan peternakan modern: beternak tanpa mengangon, tanpa menyabit rumput sebagai pakan hewan peliharaan dan tidak menimbulkan bau di wilayah Keresidenan Madiun.
Setelah sukses mendulang Won Korea, kini Kang Met berhasil mengembangkan ratusan ternak kambing di Desa Tempuran Pawon. Teknik beternak ini juga diikuti oleh mantan buruh migran lain dengan ilmu dan bimbingannya secara langsung. Teknik usaha penggemukan kambing dengan waktu yang fleksibel karena pakan cukup dibuat dalam waktu sesuai dengan keinginan kita ini banyak diminati warga. Musim kemarau atau hujan, tidak perlu risau memikirkan rumput untuk makanan ternak. Pakan bisa bertahan lama dan dibuat sesuai keinginan.
Halaman di belakang rumah kali ini menjadi lahan untuk menjalankan usaha penggemukan kambing-kambingnya. Karena bersih dan tidak bau, meski kandang berdekatan dengan tempat tinggal namun tidak jadi soal. Anak-anak pun bisa menggendong anak kambing seperti halnya menggendong kucing peliharaan saja karena bersih dan terawatnya.
Kang Met terus menggerakan para wirausahawan lama dan mengajak warga untk menjadi wirausahawan baru. Mantan buruh migran dari negara penempatan mana saja dia ajak untuk memilih hidup mandiri di negeri sendiri. Bapak beranak satu yang murah senyum ini selalu mengajak teman-temannya untuk berkarya dengan apapun keahlian yang dimiliki, sehingga kampung halamannya merasa bangga atas keberadaan mereka.
Meski hari-harinya selalu sibuk dan penuh dengan kegiatan, Kang Met masih ingin membuat usaha lain. Ia mengajak beberapa orang temannya untuk mendirikan Weding Organizer. Berbagai alat pun mulai dikumpulkannya. Mulain dari terop, perlengkapan panggung, sound system, shooting video, dan kelengkapan rias pengantin lainnya.
Jika ada teman sesama buruh migran yang melangsungkan hajatan, tidak segan-segan Kang Met dan kawan-kawannya ini memberikan diskon besar-besaran demi solidaritas kebersamaan buruh migran. Anggap saja promosi lewat teman, demikian selorohnya.
Sungguh membanggakan memang usaha serta dedikasi Kang Met demi kemajuan kampung halaman serta sumber daya manusianya. Berharap terus akan bermunculan pemuda-pemuda dengan ide serta pemikiran yang gigih dalam mengembangkan potensi dirinya demi kesejahteraan keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar.
Kang Met aktif di acara sosial kepemudaan maupun keagamaan. Kesederhanaannya selalu menjadi ciri khas. Selalu mengenakan sendal jepit dan menjalani pola hidup sederhana yang menjauhkan diri dari hidup glamour sepertinya sudah menjadi harga mati baginya.
Kang Met selaku penggerak wirausahawan dan pelopor kepedulian terhadap purna buruh migran ini berkomitmen untuk terus mengajak para mantan buruh migran untuk bersama membangun masyarakat dan bangsa dengan terus bersumbangsih memberdayakan sesama. Bantulah sesama dari segi tenaga, pikiran, moral maupun material.
“Kita buktikan bahwa para mantan pahlawan devisa dan buruh migran bisa hidup lebih baik dan bermartabat. Membawa manfaat bagi sesama di sekitarnya.” Tutur Kang Met dengan penuh kesederhanaan.
“Mari kita bersatu membangun persaudaraan dan solidaritas sesama buruh migran dan mantan buruh migran saat ini dan nanti untuk kepentingan masyarakat dan bangsa.” Ajakan Kang Met penuh semangat seperti dituturkannya saat diwawancarai media. (ol)