Foto: Turini TKI yang 21 tahun kerja di Arab Saudi cerita kejamnya majikan dan bisnisnya di kampung. hakim baihaqi/tribun jabar sumber tribunnews.com
Turini (43), mantan pekerja migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kampung Truag, Desa Dawuan, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, kembali menginjakkan kakinya di tanah air Republik Indonesia, setelah 21 tahun bekerja asisten rumah tangga (ART) di Dawadmi, Arab Saudi.
Tiba di Indonesia pada Senin (21/7/2019), Turuni tiba di Kabupaten Cirebon, tepatnya di Kantor Bupati Cirebon, Jalan Sunan Kalijaga, Kecamatan Sumber. Di sana, Turini disambut langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Cirebon, Imron Rosyadi.
Kemudian, Turini langsung bergerak menuju rumahnya di Desa Dawuan, namun di sepanjang jalan, Turini terus melihat keramaian jalan, lantaran di Dawadmi ia tidak diperbolehkan keluar rumah oleh majikan.
Selama tiga pekan setelah di Indonesia, setiap harinya Turini meminta suaminya, Samsudin (49), untuk mengajaknya berkeliling Cirebon, betapa kagetnya Turini, karena Cirebon mengalami banyak perubahan, mulai banyaknya perumahan sampai kemacetan di beberapa titik.
Untuk mencari penghidupan setelah menjadi tenaga kerja wanita (TKW), bermodalkan uang gaji yang didapatkan selama 21 tahun bekerja di Arab Saudi, Turini berniat untuk membuka usaha kecil, nantinya akan dijalankan bersama suami dan anaknya.
Ditemui di Taman Siwalk, Setu Patok, Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Turini bercerita, kalau ia dan suaminya, diberikan pinjam lahan bekas kolam ikan di Taman Siwalk untuk memulai usahanya.
Turini menuturkan, saat ini bersama suaminya tengah melakukan proses pemugaran kolam, lantaran kolam tersebut dibiarkan oleh pemilik selama lebih dari dua tahun dan sambil menunggu pompa untuk mengairi kolam.
“Dikasih sama yang punya tempat, karena suami saya bekerja di sini jadi tukang bersih-bersih,” kata Turini di Setu Patok, Minggu (8/9/2019).
Nantinya, setelah kolam tersebut sudah siap pakai, rencananya Turini akan memulai bisnis ternak lele, karena menurutnya ikan lele masih banyak diminati oleh warga Cirebon dan mewujudkan mimpi suaminya yang ingin menjadi pengusaha lele.
Turini mengatakan, semoga dalam waktu dekat bisnisnya tersebut telah berjalan dan mampu memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkan ikan lele untuk konsumsi atau dijual kembali.
Selain bisnis ikan lele, kata Turini, ia pun berencana membuka salon di rumahnya, karena Turini memiliki bakat memotong rambut dan bakat tersebut pun ia gunakan selama bekerja di Arab Saudi.
“Bisnis salon sesudah usaha lele saja, biar fokus semua dan yang penting menghilangkan trauma gara-gara kerja di Arab Saudi,” katanya.
Diketahui, Turini berangkat dengan sejumlah tenaga kerja lainnya pada 24 Oktober 1998 dan diberangkatkan oleh salah satu perusahaan yang diakui oleh Turini telah gulung tikar, empat tahun setelah ia diberangkatkan.
Bekerja di keluarga Aun Niyaf Alotibi di Dawadmi Wudak, Arab Saudi, Turini menjadi asisten rumah tangga tersebut yang mengurusi berbagai kegiatan, mulai dari mencuci, masak, dan membersihkan seluruh sudut rumah.
Nahasnya, selama 21 tahun bekerja di keluarga tersebut, Turini mengaku tidak mendapatkan perlakuan menyenangkan dari majikannya itu, mulai dari tidak beri gaji layak, proses pembuatan paspor, hingga menerima kekerasan verbal dari anggota keluarga Aun Niyaf Alotibi.
Turini menuturkan, pada saat kontrak awal dengan perusahaan penyalur tenaga kerja itu, ia hanya dijanjikan bekerja selama dua tahun, kemudian setelah dua tahun meminta untuk pulang namun tidak diizinkan.
“Saya bingung, mau pulang tapi tidak tahu jalan. Kampung di sana sangat sepi, majikan saya sangat kejam,” kata Turini.
Pada saat bekerja di keluarga tersebut, Turini mengaku pernah menuntut bayaran jasanya sebagai asisten rumah tangga, namun malah mendapatkan caci maki, meskipun belum pernah disiksa fisik.
Turini mengatakan, selama bekerja di Arab Saudi, ia sama sekali tidak pernah melakukan komunikasi baik melalui telepon atau pun surat dengan keluarganya di Kabupaten Cirebon.
“Saya pasrah, sudah berpikiran bakal mati di sana. Tidak manusiawi, kerja dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam,” katanya.
Kabar hilangnya Turini, diketahui muncul sejak pertengahan 2014, tanda-tanda keberadaan Turini muncul pada Maret 2019 dan langsung ditelusuri oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi hingga ia berhasil kembali ke kampung halaman. (Ol)