Langit yang cerah mewarnai senja di Terminal Klari, Karawang saat Indosuara kembali bertemu dengan Rhudi. Selama bekerja di Taiwan Rhudi termasuk BMI yang setia memantau berita-berita dari Indosuara. Kepulangannya pada 31 April 2012 silam, seteleh finish kontrak tak urung membuatnya rindu dengan Indosuara dan juga Taiwan. Rhudi sempat menyatakan keinginanya untuk kembali ke Taiwan namun untuk berkunjung, bukan bekerja. Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan ke tempat dimana Rhudi sedang bertugas mengawal grup musik yang ia pimpin di daerah Pantai Tanjung Pakis
Nama Rhudi Masta Rahardja bisa jadi tidak asing lagi bagi teman-teman BMI karena saat berada di Taiwan ia cukup aktif di Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia-Taiwan. Semangatnya dalam berserikat membuatnya banyak berinteraksi dengan banyak kalangan. Rhudi berkisah awal ketertarikannya dengan organisasi justru bermula dari keheranannya melihat cara berpakaian teman-teman pekerja sektor informal yang sama sekali berbeda dengan penampilan perempuan Indonesia pada umumnya. Berangkat dari rasa penasaran, akhirnya Rhudi memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Forsimawiku untuk mencari tahu lebih jauh seperti apa kehidupan buruh migran di Taiwan.
Seiring berjalannya waktu Rhudi kemudian lebih memilih aktif di ATKI yang fokus dan kritis terhadap masalah ketenagakerjaan. Pemahaman yang semakin luas memudahkan Rhudi membantu mencarikan solusi bagi teman-teman yang menghadapi masalah. “Saya tidak bisa diam melihat teman-teman susah,” ucapnya tulus. Alasan itu pula yang membuat Rhudi bertahan di ATKI-Indonesia hingga sekarang. Bersama-sama dengan aktivis lainnya seperti Dewi Retno, Rhudi giat memperantarai teman-teman yang membutuhkan bantuan hukum, klaim asuransi maupun masalah tabungan yang tak dikembalikan oleh pihak PT.
Kesibukannya tidak hanya berhenti di situ, karena Rhudi masih bekerja menjadi tenaga staff di salah satu PJTKI di daerah Cengkareng Jakarta yang menurut Rhudi lebih memanusiakan para CTKI-nya. Selain bekerja, tujuan Rhudi bekerja di PJTKI juga untuk mengupayakan tidak terjadinya pembengkakan biaya untuk job sektor formal, serta membuat deal-deal dengan agen Taiwan agar calon tenaga kerja mendapat jaminan perlindungan dan jam lembur.
Ditanya pendapat tentang kesibukannya yang menggunung, Rhudi menjawab kesibukan sudah layaknya sebuah hiburan, “Bagi saya hidup akan sangat hampa tanpa kesibukan,” tutur Rhudi. Takut bila ada waktu luang yang terbuang, ia mulai mencoba-coba menjadi manager grup musik yang anggotanya rata-rata adalah teman sepermainannya. Rhudi berkisah awalnya seorang teman mengeluh dengan grup musik tempatnya bernaung sudah tidak berjalan lagi. Selain menjadi pendengar yang baik Rhudi kemudian mencoba mengumpulkan seluruh personel untuk berbicara dari hati ke hati. Suntikan motivasi yang diberikan ternyata diterima dan mampu memacu semangat hampir seluruh anggota grup.
Maka lahirlah grup musik baru yang diberi nama Modesta, kependekan dari Mode Seni dan Talenta. Belum satu tahun berdiri kembali, Modesta sudah wira-wiri mendapat order di acara hajatan dan event-event di berbagai tempat. Indosuara pernah melihat langsung acara panggung hiburan di Pantai Tanjung Pakis, Karawang yang khusus menampilkan Modesta. Selama 10 hari berturut-turut pihak pengelola Pantai Tanjung Pakis mengontrak Modesta untuk menghibur pengunjung. Acara ini diselenggarakan dalam rangka lebaran dan hari kemerdekaan Indonesia.
Full Dedikasi
Kru modesta rata-rata menggantungkan mata pencahariaannya dengan menjadi pemusik, tak heran bila performa mereka tidak mengecewakan. Rhudi mengaku tak menemukan kendala yang berarti untuk mencari kontrak manggung. “Yang penting pintar-pintar cari peluang dan pendekatan,” ucap Rhudi. Pendekatan di sini diartikan tidak perlu merasa sungkan untuk mencari order manggung. Seperti yang dilakukannya dengan pengelola Pantai Tanjung Pakis. Di samping berasal dari Karawang, Rhudi tak memungkiri bahwa banyak kenalannya di sana yang memudahkan Rhudi untuk mendapatkan kontrak dari pihak pengelola.
Band Modesta, band yang dibentuk oleh Rhudi.
Sosok yang mempunyai motto hidup “Malu Untuk Menyerah” ini juga berpesan kepada teman-teman yang masih bekerja di luar negeri untuk selalu belajar dan belajar menyerap ilmu selama bekerja di Taiwan. “Orang-orang Taiwan yang pernah saya temui selalu gigih dalam bekerja, saya banyak belajar dari semangat dan keuletan mereka,” tutur Rhudi.
Kesuksesan yang ia capai juga tidak didapat secara instan, sebelumnya, di awal kepulanggannya ke Indonesia, Rhudi juga sempat mencoba beberapa usaha seperti ternak ayam di daerah Gumelar, Jawa Tengah, tak seberapa jauh dari tempat tinggal seorang kerabat. Namun usahanya agak tersendat karena lokasi peternakan yang lumayan jauh dari jalan utama desa. Kendala yang dialami adalah susahnya transportasi untuk menyuplai pakan ternak dan saat memuat ayam-ayam yang sudah siap untuk dipasarkan.
Kegagalan tak membuat Rhudi patah arang, kesibukannya beralih sejenak ke tambak ikan milik orang tuanya di daerah Karawang. Selain aktif mengikuti diskusi ketenagakerjaan yang diadakan oleh LSM maupun pemerintah, Awal tahun 2013 Rhudi kemudian meniti hari dengan bekerja di sebuah PJTKI yang menerima program kerjanya.
Menikmati sebuah proses, begitu kira-kira ungkapan Rhudi yang menyukai petualangan dan tantangan tentang perjalanan hidupnya selama menjadi BMI kemudian pulang ke Indonesia dan akhirnya menemukan kehidupan dan karirnya yang sekarang.(sa)