Darwinah bersama suami dan juga Ustd Yusuf Mansyur.
Sibuk dengan berbagai kegiatan, bukan berarti Darwinah, yang biasa dipanggil Winah, mantan buruh migran Hong Kong dari tahun 2004-2008 ini melupakan segala tugas dan kewajibannya. Ibu dengan tiga anak ini justru tampak bersemangat membantu menjadi relawan di dapur umum untuk pendistribusian makanan bersama relawan Dompet Dhuafa, KAMI (Keluarga Migran Indonesia) Nasional, BPBD Indramayu, PMI Indramayu dan TAGANA Indramayu saat menolong korban bencana banjir yang melanda Kabupaten Indramayu di awal Februari 2016 ini.
Disela-sela kesibukannya, Darwinah yang tinggal di alamat Desa Kenanga Blok Gandok, Kecamatan Sindang, Kab. Indramayu masih menyempatkan untuk menjawab pertanyaan. Winah bercerita sehari-hari ia mendampingi anak-anak santri yang belajar mengaji di Rumah Tahfidz yang didirikannya sejak 2011 tahun lalu. Selain itu, sebagai Presidium Keluarga KAMI Indonesia, Winah juga kerap mendampingi para usaha kecil menengah (UKM) khususnya para mantan TKI yang berada di Indramayu, Majalengka dan Subang.
Winah yang lulusan sarjana Pendidikan Agama Islam (PAI) saat ini dikenal sebagai pemilik sekaligus pengelola Rumah Tahfidz Hizbullah Indramayu. Dibantu suami beserta lima orang pengajar lainnya. Jumlah santrinya cukup banyak, ada sekitar 150. Terbagi ke dalam kelas tahfidz sebanyak 40 orang, dan sisanya masuk di pra tahfidz. Metode pembelajaran yang diterapkan di Rumah Tahfidz ini ialah “One Day One Ayat” atau para santri menyetor hafalan Al-Quran satu ayat satu hari.
“Doain ya, semoga Rumah Tahfidz bisa jadi pesantren besar. Amin. Kelas siang dan kelas malam sudah berjalan dan santri-santri yang sebagian besar dhuafa pun makin banyak. Walaupun tempatnya sangat sederhana tapi semangat mereka untuk terus belajar membuat yang melihat cukup bangga.” Ujar purna TKI istri dari Retno Indra Siswanto ini penuh harap.
Yang menarik, Rumah Tahfidz ini gratis untuk para dhuafa. Sarana dan prasarana untuk bekajar sudah difasilitasi oleh Rumah Tahfidz. Dari mana Winah mendapatkan biaya untuk pendanaan dan operasional jalannya Rumah Tahfidz? Donatur, Yayasan, serta usaha yang dijalankan Winah menjadi sumber pendanaannya selama ini.
“Kita yakin saja kalau berbuat dan berkorban di jalan Allah, maka dengan sendirinya kita pun akan ditolong-Nya,” yakin Winah. Apalagi dilihat secara data, santri yang dibinanya sebagian besar adalah keluarga dhuafa, yang sudah seharusnya ditolong dan dibantu.
“Sebanyak 26 santri kami mendapatkan beasiswa dari Yayasan Kilau Indonesia,” jelas Winah.
Sebagai informasi, Rumah Tahfidz yang Winah dirikan saat ini adalah binaan PPPA Darul Qur’an binaan Ustadz Yusuf Mansur. Binaan disini maksudnya Rumah Tahfidz yang dikelola Winah itu berstatus sebagai cabangnya Darul Qur’an di Indramayu. Yang meresmikan pun pihak dari Darul Quran Pusat. Saat ada wisuda santri, Winah dan seluruh tenaga pengajar pun menginduk ke Darul Qur’an pusat.
Namun Winah menimpali kalaupun ada anak yang bukan berasal dari kaum dhuafa tetap diperbolehkan belajar. Kalau memang mau infaq biasanya tidak ada tarif khusus, jadi infak tetap seikhlas dan sesuai kemampuannya. Dan sejauh ini belum ada yang berbayar.
Mendirikan Rumah Tahfidz memang sudah jadi cita-cita Winah sedari kecil. Tapi pada awalnya lebih menyerupai kepada pondok pesantren buat anak yatim, karena Winah sendiri sejak umur 2 tahun sudah menjadi anak yatim.
Runah Tahfidz yang kini dikelolanya, pada awalnya bernama pondok ngaji. Berproses hingga menjadi Rumah Tahfidz berawal ketika Ustadz Yusuf Mansyur ada acara di Indramayu menyarankan untuk merubah pondok ngaji menjadi rumah tahfidz.
Darwinah aktif di kegiatan sosial sebagai aktivis korban banjir.
Masih teringat kuat di benak Winah, berawal dari keprihatinan ia dan suaminya melihat kondisi lingkungan masyarakat yang khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ternyata banyak diantaranya yang tidak mengenal Al Qur’an. Anak cenderung sibuk dengan main playstation, main bilyar, sampai pulang malam dan tidak jarang sampai meninggalkan sekolah.
Akhirnya di rumah kontrakan yang sangat sederhana saat itu, Winah memulai merintis mendirikan pondok ngaji kecil-kecilan. Dari santri yang sedikit sampai jadi banyak. Mau tidak mau Winah pun melibatkan ustadzah-ustadzah lain untuk membantu mengajar di pondok ngajinya.
Berkutat dengan dunia pendidikan anak yang islami saat ini, semua itu diakui Winah tidak jauh dari tempaan yang didapatnya saat aktif berorganisasi ketika bekerja di Hong Kong. Organisasi yang pernah Winah ikuti di Hong Kong ialah Halaqoh. Di Hong Kong juga Winah mendirikan organisasi IWAMIC (Ikatan Warga Muslim Indramayu Cirebon) dan ULIL ALBAB Hong Kong. Sampai saat ini organisasi tersebut masih berjalan dan terus berkembang pesat menjadi sarana pengisi liburan bagi BMI Hong Kong.
Darwinah saat diwawancara Indosuara.
Prestasi yang cukup membanggakan diperoleh Winah diantaranya sebagai penerima TKI Purna Award dari Gubernur Jawa Barat kategori Sosial tahun 2012, Apresiasi dari Dompet Dhuafa sebagai Pahlawan Devisa tahun 2013, dan Apresiasi dari BNP2TKI tahun 2013.
Diantara kesibukannya merawat anak terkecil yang baru berusia dua bulan, dan keaktifannya di berbagai kegiatan sosial lainnya Winah berpesan untuk teman-teman khususnya para BMI yang masih di luar negri, bahwa sebenarnya yang kita cari sampai jauh ke luar negeri itu adalah kebahagiaan, bukan? Padahal bahagia itu sederhana, yaitu bisa berkumpul bersama orang yang kita sayangi, yaitu keluarga. Dan tahukah jika syurga yang sesungguhnya itu adalah keluarga?
Anak-anak yang sholeh dan solehah, juga suami yang sholeh butuh sosok ibu atau istri yang sholeh yang setiap saat siap ada di samping karena tugas istri ialah menjadi ustadzah bagi anak-anaknya. Jika sosok ibu atau istri soleh sudah ada, tidak diragukan lagi keluarga ahli syurga pun dengan mudah akan terbentuk.
“Jadi, mari kita jadikan kerja ke luar negeri hanya sebagai jembatan untuk mencapai tujuan kita dan jika tujuan sudah tercapai pulanglah ke tanah air. Hujam emas di negri sendiri lebih baik ketimbang hujan emas di negeri orang.” Tutup Winah mengakhiri obrolannya. Siang itu Winah bersama beberapa perwakilan dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan instansi terkait tengah menjadi relawan menolong korban banjir di wilayah Eretan, Indramayu. (ol)