Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Foto diambil dari Kompas.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan pembentukan badan pelaksana kebijakan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Langkah ini diambil pemerintah untuk menindaklanjuti rencana revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri (PPILN).
Hal ini disampaikan Hanif setelah melakukan pertemuan bersama Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid dan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/3/2017).
Kebijakan-kebijakan pemerintah ini menindaklanjuti aksi sejumlah buruh migran yang menuntut UU terkait perlindungan TKI direvisi agar perlindungan terhadap TKI lebih maksimal. Wakil Ketua Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), Sri Martuti, mengatakan UU tersebut sudah didesak untuk direvisi sejak 2010, namun hingga kini revisi belum juga terealisasi. Sri minta revisi UU disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
“Kepala badan pelaksana kebijakan penempatan dan perlindungan TKI akan ditunjuk oleh Presiden serta bertanggung jawab penuh kepada Menaker,” kata Hanif, melalui keterangan tertulisnya sebagaimana dikutip Kompas.com.
Hanif mengatakan, Presiden juga memberikan arahan bahwa revisi UU tersebut hanya akan mengatur norma umum. Sementara, hal-hal rinci seperti pelaksanaan, struktur organisasi, dan hal lainnya dimuat dalam Peraturan Presiden atau aturan turunannya. Presiden memandang tidak perlu adanya Dewan Pengawas di luar eksekutif dalam pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI, meski DPR telah mewacanakan dibentuknya Dewan Pengawas. Alasannya, kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan eksekutif dan hak prerogratif eksekutif.
Sementara, terkait peningkatan perlindungan terhadap TKI, menurut Hanif, Presiden menginstruksikan agar pemerintah segera membentuk Atase Ketenagakerjaan di negara-negara yang terdapat banyak TKI. Enam juta lebih TKI tersebar di puluhan negara Indonesia hanya memiliki empat Atase Ketenagakerjaan, yakni di Riyad, Kuwait, Uni Emirat arab dan Malaysia. Tidak adanya Atase Ketenagakerjaan di suatu negara memengaruhi keleluasaan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap TKI yang bermasalah. Dalam membentuk Atase Ketenagakerjaan, Kemenaker akan berkoordinasi dengan kementrerian dan lembaga terkait lainnya untuk merumuskan hal teknis terkait pembentukan atase.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya, Kemnaker juga akan membentuk Badan Kesejahteraan TKI. Lembaga ini mirip dengan badan perlindungan tenaga kerja luar negeri Overseas Workers Welfare Administration (OWWA) di Philipina yang terbukti efektif memberikan perlindungan terhadap pekerja luar negeri. (ol)