Sudah satu bulan Insiyah (56) Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Semarang hidup dalam gelap di rumah majikannya di kawasan elit Jakarta. Listrik rumah bertingkat dua dan kolam renang di kawasan Pondok Indah itu diputus karena tagihannya tidak pernah dibayar. Demikian keterangannya kepada Tempo Jumat 30 September 2016.
Tidak hanya listrik yang belum dibayar, gaji Insiyah selama setahun pun belum juga dibayar majikannya. Karenanya Insiyah merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di ibu kota. Selama sebulan ini ia bergantung pada belas kasih tetangganya. Di rumah majikannya yang mentereng Insiyah menggunakan lampu minyak untuk penerangan.
Tanpa uang gaji tentu membuat Insiyah kesulitan memenuhi kehidupannya sehari hari. Beruntung, ada tetangga yang terkadang memberikannya sembako. Majikan Insiyah yang merupakan pasangan dari Australia dan Indonesia itu hampir tiga kali seminggu mampir ke rumah itu. Setiap mereka datang pun Insiyah tetap melayani mereka dan bersih-bersih rumah. Sayang, setiap minta agar upahnya dibayar, sang majikan selalu hanya memberi janji saja.
Insiyah enggan keluar dari rumah mewah nan gelap itu karena ia masih menuntut pembayaran upahnya Rp 1,5 juta per bulan. Selaku korban kekerasan ekonomi, ia pun tidak berani melaporkan majikannya ke polisi. “Saya tidak punya uang buat bayar rokok polisi,” kata Insiyah lugu.
Jaringan Advokasi Nasional Pembantu Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat ada 624 pekerja rumah tangga sejak 2012 hingga Februari 2016 yang senasib dengan Insiyah. Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini, mengatakan tidak hanya kekerasan ekonomi yang dialami para pekerja rumah tangga di Indonesia. Tapi ada juga yang mengalami multi kekerasan, kekerasan seksual, fisik serta psikis.
Menurut Lita, jarang sekali laporan di polisi ditindak lanjuti. Hasil penelusuran timnya, 75 persen kasus kekerasan PRT yang dilaporkan ke polisi berhenti di tingkat kepolisian saja.
Tidak berlanjutnya kasus yang dialami PRT membuat kekerasan yang dialami kaum migran itu terus menjadi. Menurut Lita, salah satu upaya proteksi yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mengesahkan RUU Perlindungan PRT yang masih dibahas di DPR sejak 2004. Ia menyayangkan selama 12 tahun, pembahasan aturan itu mandeg di DPR. Selain mengesahkan RUU PRT, Lita meminta Pemerintah ratifikasi konvensi ILO nomor 189 tentang Hak Dasar PRT.
Wakil Komisi Ketenagakerjaan DPR RI Ermalena mengatakan timnya berkomitmen memberikan perlindungan kepada para buruh migran. Namun ada hal substansi yang perlu dibahas dalam RUU Perlindungan PRT, salah satunya tentang kapasitas PRT, atau penyelesaian masalah antara pekerja rumah tangga dan majikan. “Kami perlu mencari jalan tengah bagi PRT dan majikan,” kata Ermalena yang menjanjikan pengaturan tentang majikan yang berwarga negara asing menjelang masyarakat ekonomi ASEAN. (ol)