Foto Sumber kompas.com
Berdasarkan paparan riset Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), alat tangkap ikan yang bernama cantrang ini merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Sebab, saat ini cantrang sudah dimodifikasi dengan ukuran jaring mencapai hingga ratusan kilometer, menggunakan pemberat dan pengoperasiannya ditarik mesin.
Modifikasi dan cara pengoperasian cantrang ini menimbulkan kerusakan bawah laut karena karang dan biota laut lainnya ikut tersapu.
Cantrang dulu dioperasikan oleh kapal-kapal nelayan ukuran 5 gross ton. Tapi belakangan kapal ukuran 30 gross ton yang dilengkapi lemari pendingin atau freezer juga menggunakannya. Luas sapuannya bisa mencapai 289 hektar.
Jika biota bawah laut rusak, tempat bertelur ikan rusak, bagaimana ikan bisa berkembang? Sehingga dikhawatirkan, ke depan pasokan ikan akan semakin berkurang jika cara ini terus diterapkan. Maka sebenarnya masa depan nelayan juga ikut terancam.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015, hanya sebanyak 46 persen sampai 51 persen hasil tangkapan alat cantrang laik dikonsumsi. Sementara, 49 persen sampai 54 persen lainnya merupakan tangkapan sampingan yang didominasi oleh ikan petek. Sebagian besar hasil tangkapan sampingan tersebut digunakan sebagai pembuat bahan tepung ikan untuk pakan ternak.
Apa sebenarnya alat penangkapan ikan (API) yang disebut cantrang ini? Cantrang merupakan alat penangkap ikan yang menyerupai trawl atau pukat harimau. Bedanya, cantrang menggunakan jaring tetapi ukurannya lebih kecil. Satu cantrang terdiri dari kantong, mulut jaring, tali penarik, pelampung dan pemberat.
Selain itu, cantrang juga dilengkapi dua tali selambar yang cukup panjang. Tali ini bisa mencapai 6.000 meter dalam kapal 30 gross ton (GT). Dengan panjang tali itu, cakupan sapuan tali bisa mencapai 292 hektar.
Cantrang ini biasanya digunakan oleh nelayan yang berada di laut utara Jawa, seperti di Tegal, Jawa Tengah.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan jika pada tahun 2015, terdapat 13.300 kapal nelayan cantrang.
Biasanya pengoperasian cantrang untuk menangkap ikan demersal atau ikan yang berada di dalam laut. Mata jaring cantrang berukuran rata-rata 1,5 inci. Dengan mata jaring sebesar itu, maka semua ikan akan terjaring.
Dari hasil tangkapan ikan, pada 1970 penggunaan cantrang biasanya untuk menangkap ikan besar seperti ikan tuna. Namun, dari 1990 hingga saat ini ikan kecil seperti ikan petek juga ikut terjaring.
Menurut KKP, hasil tangkapan cantrang yang didominasi ikan berukuran kecil menunjukkan indeks keragaman tidak sehat sehingga cantrang seharusnya dilarang.
Banyak negara melarang penggunaan cantrang mengingat dampaknya yang buruk bagi keberlangsungan sumber daya perikanan. Seperti di uni Eropa, Amerika Serikat, Selandia Baru dan Australia. Di negara-negara tersebut, cantrang termasuk dalam kategori trawl dasar.
Penggunaan cantrang di Indonesia memang tarik ulur. Pada tahun 2015 Menteri Susi melarang penggunaan cantrang. Dasar larangan penggunaan cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.
Demo nelayan mendorong Ombudsman mengulur waktu pelarangan cantrang selama dua tahun yang berakhir Desember 2017.
Susi sebelumnya menegaskan per 1 Januari 2018 cantrang akan kembali dilarang sebab batas waktu dua tahun untuk mengganti cantrang dengan alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan sudah berakhir.
Namun, kebijakan Menteri Susi tersebut tetap ditentang oleh para nelayan. Puncaknya, nelayan menggelar demo di Istana Negara pada Rabu (18/1/2018). Perwakilan nelayan kemudian bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Susi.
Setelah pertemuan tersebut, Susi akhirnya memenuhi tuntutan nelayan untuk memperbolehkan alat tangkap cantrang tetap beroperasi hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Namun, Susi juga memberikan sejumlah ketentuan ke nelayan agar perpanjangan penggunaan cantrang tidak disalahgunakan. (Ol)