Foto: copy KTP TKW yang meninggal sumber IDN Times.com
Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Karangreja, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga yang bekerja di Malaysia dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa. TKI bernama Muktiasih (41) ini mengembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan tumor otak.
Anak almarhumah terpukul dengan meninggalnya sang ibu. Ibu tiga orang anak ini meninggal pada Jumat (11/10) pagi. Ia tiba di Indonesia pada Selasa malam tepatnya di Yogyakarta. Dari Yogyakarta, jenazah diantarkan ke rumah duka pukul 20.30 WIB. Pukul 12.30 WIB, jenazah Muktiasih sampai di rumah. Ia dimakamkan pukul 08.00 WIB di pemakaman desa setempat.
Anak-anak Muktiasih tampak sangat terpukul. Mereka bahkan tak sanggup berkata-kata ketika dikonfirmasi wartawan seputar kondisi terakhir Muktiasih.
Dua bulan sebelum meninggal Muktiasih sering mengeluh sakit di kepala. Sementara Agus Sutoro, Plt Kepala Dusun III sekaligus Kepala Seksi Pelayanan Desa Karangreja mengatakan, Muktiasih berangkat ke Malaysia tahun 2016. Semula Muktiasih dalam kondisi sehat.
Sampai dua bulan sebelum meninggal, Ia mulai mengeluh sakit di bagian kepala. Karena sakitnya semakin menjadi, Ia dibawa ke rumah sakit. Di rumah sakit, dokter mendiagnosis Muktiasih mengidap tumor otak.
Agus mengatakan, begitu mendapat kabar kematian Muktiasih, pemerintah desa langsung berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja. Ia mengupayakan agar pemerintah daerah memfasilitasi pemulangan jenazah Muktiasih. “Difasilitasi BP3TKI, sampai akhirnya bisa dipulangkan,” ujar dia.
Meski demikian, keluarga Muktiasih tidak menerima klaim asuransi karena almarhum tidak berangkat melalui jalur yang legal. Agus mengatakan data yang bersangkutan tidak tersedia di arsip desa maupun Dinas Tenaga Kerja. “Jadi hanya dibantu pemulangannya tanpa biaya sepeserpun,” kata dia.
Di balik kematian Muktiasih, ada kisah tentang jerat utang bank kloyong, sebutan untuk rentenir di desa-desa. Agus Sutoro, Plt Kepala Dusun III sekaligus Kepala Seksi Pelayanan Desa Karangreja, mengatakan, agen penggaet nasabah bank kloyong masuk ke pelosok-pelosok desa dan menawarkan pinjaman tanpa persyaratan yang rumit. Hal ini membuat jasa pinjaman ini laris manis di perdesaan.
Meskipun pinjaman mudah didapat, Agus mengatakan bunga pinjaman bisa mecapai 50 persen. Inilah yang menurut Agus menjadi penyebab warga sulit melunasi utang bank kloyong. “Pinjaman sih nggak banyak, Rp 500 ribuan. Tetapi kan bunganya bisa sampai 50 persen,” kata Agus.
Motif ekonomi jadi alasan berangkat menjadi TKI. Agus mengatakan, kurang lebih ada 50-an warga Desa Karangreja yang bekerja sebagai TKI. Agus juga menjelaskan motif utama berangkat mengadu nasib ke luar negeri ialah motif ekonomi yang di antaranya karena tekanan utang yang ditebar agen-agen rentenir.
Jika dilihat kondisi keluarga almarhum Muktiasih sendiri, ia memang menjadi tulang punggung keluarga. Dalam satu atap, ada empat orang termasuk almarhum. Suami dari ibu tiga orang anak ini telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Anak sulungnya yang kini merawat adik ketiganya yang mengalami kelumpuhan sejak bayi. Sementara anak kedua bekerja sebagai buruh di pabrik pembuat bulu mata dan rambut palsu. Setelah kematian ibu sekaligus tulang punggung keluarga, mereka bertiga kini yatim piatu. Mereka harus memperjuangkan hidup mereka di tengah godaan jeratan rentenir.