”Ia tidak punya harta atau kekuasaan. Ia hanya bisa membagikan sepenggal cerita kelam, tekat dan semangat. Jangan mau jadi korban, bangun dan segeralah jadi pemenang.” Demikian pembicaraan dimulai oleh Maizidah Salas yang juga menjabat ketua SBMI DPC Wonosobo. Dan kisahnya pun mengalir.
Ia gagal tidak lulus SMA, padahal ia sangat ingin jadi dokter. Mengalami pelecehan di usia muda adalah alasan mengapa ia harus berhenti sekolah dan menikah. Sesudah itu ia hanya berkutat di rumah dan mengurus anak. Saat menjadi TKW Maizidah juga pernah mengalami pelecehan oleh agensi. Saat itu ia tidak tahu harus mengadu kemana.
Setelah pernikahan berjalan lama ia pun bercerai. Maizidah harus menghidupi anak serta membantu ekonomi kedua orang tua. Lewat seorang calo desa, ia diantar ke PT. Agustus 1996 ia berangkat ke Korea dan bekerja di sebuah pabrik. Belum genap 2 tahun pabrik bangkrut, maka ia dipulangkan. Tidak lama di Indonesia, lewat seorang calo ia berangkat lagi bekerja menjadi TKI. Kali ini tujuanya Taiwan.
Tahun 2001, ia bekerja di Taiwan dengan kemampuan bahasa Mandarin minim. Ia bekerja di Taipei tiap hari bangun pukul 4 pagi. Memasak, dan membersihkan rumah 3 tingkat yang besar sendirian. Malam mencuci baju majikan yang berjumlah 8 orang. Ia pun baru bisa tidur pukul 1 malam. Semua berbeda dengan yang dikatakan oleh pihak PT kalau job-nya hanya merawat nenek.
Ia sebenarnya tidak kuat, tapi harus menjalaninya. Anak dan orang tua yang membuatnya terus semangat. Berbulan-bulan Maizidah tidak pernah mendapatkan libur. Bekerja selama 7 hari dalam seminggu. Lebih tragis lagi ia tidak pernah mendapatkan gaji karena selalu diambil agensi dengan alasan masa potongan gaji belum habis.
Ternyata ia ditipu oleh agensi. Baru beberapa bulan bekerja, ia dipindahkan dengan alasan tidak dapat bekerja dan majikan tidak menyukainya. Ia dijemput tanpa ada pemberitahuan sebelumnya untuk di pindahkan majikan. Ini adalah modus agensinya untuk terus mendapatkan potongan gaji dari TKI-nya. Saat masa potongan gaji TKI mau habis maka agensi akan segera menjemput TKI untuk dipindah majikan, sehingga dengan seribu macam alasan agensi terus mendapatkan uang potongan gaji.
Sesudah bekerja sekian lama di majikan baru, ia dijemput lagi oleh agensi. Kali kali ini ia mau dipulangkan dan ditahan di kantor agensi. Ia dipaksa untuk menandatangani persetujuan pemulangan. Maizidah pun menolak menandatangani, ia dimarahi oleh 7 orang agensinya. Ia tetap menolak sementara agensi tetap ngotot bahwa ia harus pulang. Hingga pada malam harinya, ia melarikan diri dari kantor tersebut.
Ia ingin bekerja di Taiwan supaya dapat hasil buat anak dan kedua orang tua ia. Maka perjuangan ia dengan status ilegal pun dimulai.
Berat menjadi seorang ilegal. Bekerja berpindah-pindah, tidur tidak nyaman karena takut di tangkap polisi. Pernah bekerja pada suatu majikan, saatnya menerima gaji, ia meminta hak, tapi justru sang majikan akan melaporkan ia ke polisi jika ia meminta gaji, maka larilah ia dari rumah itu dan tidak mendapatkan gaji lagi. Ia bisa hidup dari pemberian uang beberapa teman.
Tahun 2002 dengan status ilegal ia ikut mendirikan TIMWA (Taiwan Indonesia Migrant Workers Association). Kegiatan TIMWA adalah belajar dan menginformasikan perlindungan buruh migran dan membantu teman-teman BMI yang bermasalah. Dari situlah keinginan dan kepeduliannya membantu TKI yang bermasalah mulai terasah. Hingga pada suatu hari ia tertangkap polisi dan akhirnya dideportasi, setelah mendekam di penjara selama 19 hari.
Di Indonesia ia bergabung dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jakarta. Dari situlah kemampuan dan pengetahuan ia bertambah. Ia tak pernah lelah untuk belajar, mendengar, mengamati, dan membaca apa saja. Hingga ahirnya ia dipercaya di Divisi Pengembangan Ekonomi Buruh Migran. Tak puas dengan itu ia melanjutkan pendidikannya yang dulu terputus. Ia ikut ujian persamaan Paket C, lulus dan sekarang terdaftar sebagai alumni mahasiswi Universitas Bung Karno Jakarta, dengan gelar Sarjana Hukum.
Kampung Buruh Migran Wonosobo yang dibidani oleh Maizidah Salas
Berbekal niat, nekad serta pengalaman yang ia peroleh selama ini, ia pulang kampung ke Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro, Wonosobo, untuk membangun sebuah Kampung Buruh Migran. Ia juga pernah merasakan suka dukanya menjadi BMI, sehingga itu menjadi alasan mengapa ia lakukan semua ini. Kampung Buruh Migran Desa Tracap ia dedikasikan untuk melindungi, mencerdaskan dan membangun ekonomi masyarakat yang ada didalamnya. Ini adalah titik balik dari apa yang dulu ia alami.
Adapun kegiatan yang ada di dalam Kampung Buruh Migran adalah Serikat Buruh Migran (SBMI) Dpc Wonosobo. Organisasi ini mengayomi sekitar 600 Aggota yang terdiri dari BMI aktif, mantan BMI dan keluarga buruh migran yang tersebar di seluruh Kabupaten Wonosobo.
Koperasi Buruh Migran beranggotakan mantan BMI. Koperasi ini menjual berbagai macam kebutuhan pokok. Penghasilan koperasi ini untuk pendapatan anggota dan kegiatan sosial masyarakat Kampung Buruh Migran Desa Tracap.
Sekolah Gratis Untuk Anak Buruh Migran dan Fakir Miskin. Kelompok Diskusi Bulanan. Setiap tanggal 18 bergilir para anggota berdiskusi di rumah anggota.Tema diskusi bermacam-macam dari aturan perundang-undangan tentang perburuhan baik lokal maupun luara negeri, sampai topik topik terbaru.
Kelompok Simpan Pinjam. Setiap anggota boleh meminjam sejumlah uang sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Simpan pinjam ini di kelola oleh dan untuk anggota sendiri dengan bunga ringan dan tanpa agunan. Kelompok simpan pinjam ini ada di 3 kecamatan Kaliwiro, Wadaslitang dan Kalibawang.
Warung nasi yang didirikan oleh para purna TKI melalui SBMI.
Kelompok Ternak Kambing. Bina Keluarga TKI. Mengadakan diskusi dan pengajian untuk suami atau istri yang ditinggal bekerja ke luar negri. Bank Anak TARIA (Tabungan Anak Ceria). Budidaya Jamur Tiram, internet gratis dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM CIPTA MANDIRI).
Dari keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan tersebut mampu menambah penghasilan anggota dan menghidupi organisasi. “Banyak yang datang dan belajar pada kami. Sudah 2 tahun kami kedatangan mahasiswa mahasiswa dari 20 negara, untuk sama-sama belajar tentang Pemberdayaan Ekonomi Buruh Migran.”
Media sosial menjadi sarana paling efektif bagi ia dan organisasi untuk berkampanye, meng advokasi, berkomunikasi dengan publik dan pemangku kebijakan terkait.
Maizidah bersama Menpora saat menerima penghargaan.
Demikian kisah dari wanita tangguh peraih penghargaan TKI Inspiratif dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) tahun 2012, Kick Andy (2014), Perempuan Inspiratif dari Garnita Malahayati (2015), Kartini Next generation (2015) dari Kominfo, Kemeneg PP-PA dan Kemenpora, Perempuan Inspiratif Nova (2015) dan penghargaan dari Bupati Wonosobo pada tahun yang sama. (ol)