Foto wakil Pemerintah RI pada dialog dengan anggota Komite Pekerja Migran PBB di Palais Wilson, Jenewa, Swiss. Foto diambil dari PWNI-BHI Kementerian Luar Negeri RI.
Wakil Pemerintah Indonesia menghadiri dialog dengan Komite Pekerja Migran PBB pada 5-6 September 2017. Dialog di Markas PBB di Jenewa, Swiss, tersebut terkait dengan laporan pertama Indonesia atas implementasi Konvensi PBB mengenai Buruh Migran.
Pada dialog hari pertama, Pemerintah Indonesia diwakili oleh staf ahli Kementrian Ketenagakerjaan Bidang Kerjasama Internasional, Sekretaris Utama BNP2TKI dan Direktur Perlindungan WNI-BHI Kementerian Luar Negeri.
Mengawali dialog, pelapor untuk Indonesia (country rapporteur), Can Uver, atas nama Komite menyampaikan apresiasi atas upaya sistematis yang dilakukan Indonesia ke arah peningkatan perlindungan bagi pekerja migran dan keluarganya.
“Indonesia dapat menjadi model bagi negara-negara pengirim tenaga kerja lainnya dalam hal perlindungan pekerja migran di luar negeri”, ungkap Can Uver, anggota Komite Pekerja Migran PBB yang berasal dari Turki.
Beberapa hal yang menjadi sorotan komite dan dapat dijelaskan dengan baik oleh wakil Indonesia antara lain mengenai revisi undang-undang perlindungan pekerja migran yang lebih merefleksikan nilai-nilai konvensi, kebijakan penghentian pengiriman TKI ke 19 negara di Timur Tengah, kerjasama internasional dan bilateral di bidang perlindungan pekerja migran, pengelolaan remitansi, kekerasan terhadap pekerja migran wanita, kasus-kasus perdagangan manusia, penanganan kasus pekerja migran yang terancam hukuman mati di luar negeri serta kemitraan pemerintah dengan masyarakat madani, khususnya LSM.
“Perlindungan pekerja migran dilakukan Pemerintah Indonesia secara inklusif, melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk LSM. Bahkan dalam penyusunan laporan awal ini pun LSM dilibatkan”, ungkap Dicky Komar, Direktur HAM dan Kemanusiaan, Kementrian Luar Negeri.
Terkait dengan perlindungan TKI di luar negeri, wakil Indonesia menyampaikan bahwa upaya perlindungan yang diberikan sudah jauh melampaui batas kewajiban negara sebagaimana diatur dalam Konvensi Buruh Migran maupun Konvensi Wina. Namun, perlindungan tersebut tidak dapat diberikan secara maksimal tanpa dukungan negara tujuan/penerima, karena perlindungan di luar negeri harus diberikan dengan menghormati hukum setempat.
Selain dihadiri anggota delegasi lainnya dari unsur Kantor Staf Presiden, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan wakil Pemda Kabupaten Wonosobo, hadir pula sebagai pengamat dalam dialog tersebut sejumlah wakil LSM Indonesia seperti Migrant Care dan SARI. (yw)