Hal yang paling sulit bagi para TKI untuk kembali ke tanah air seusai masa kontrak ialah menentukan ide usaha apa yang bisa dikembangkan di tanah air. Jika sebelumnya tidak ada persiapan, maka sang TKI akan jenuh dan mulai kembali mendaftar menjadi TKI lagi, merantau ke luar negeri lagi. Demikianlah yang disampaikan oleh Krisna Adi, Ketua Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Banyuwangi. Ia pun tak menyangka jika usaha kecilnya yang semula hanya bermodalkan Rp 200 ribu menjadi berkembang dengan cepat hingga jutaan.
Dari Modal Rp 200 Ribu Menjadi Rp 5 Juta
Setelah memutuskan untuk tidak menjadi buruh migran lagi, Krisna Adi pun berpikir keras untuk membuka usaha di tanah air. Awalnya pada bulan Maret 2016 lalu, Krisna dan istrinya membuka usaha kue kering untuk keluarga dengan modal awal Rp 200,000. Setelah diposting ke facebook miliknya, ia mendapat banyak orderan dari media sosial. Ia pun akhirnya memulai usaha tersebut dengan serius, hingga bermodalkan Rp 5 juta. Uang yang dikeluarkan pun adalah uang pribadi serta melibatkan beberapa rekannya, sesama purna TKI yang tergabung di Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Banyuwangi.
Pada masa-masa menjelang lebaran seperti sekarang ini, ia dan istrinya pun kewalahan mendapatkan orderan kue kering tersebut. Bahkan ia pun mengaku tidak bisa lagi menerima orderan akibat full booking alias pesanan yang membludak.
Krisna Adi kebanjiran order makanan kering selama menjelang lebaran.
Ditambah lagi dengan publikasi media lokal yang membuat nama dan usahanya semakin dikenal, sebagai seorang purna TKI teladan yang bisa memberikan contoh kesuksesan di kalangan purna TKI. Akhirnya, pada 24 Juni lalu. Setyo Hardini Kasub Bag Humas Pemda Kab. Banyuwangi bersama beberapa media nasional berkunjung melihat dapur dari purna TKI ini.
Krisna pun menuturkan bahwa dirinya bangga karena usahanya yang tergolong masih seumur jagung sudah mendapat respon dari Pemkab Banyuwangi. “Semua ini tak lepas dari pemberitaan teman-teman media yang kebetulan akrab berteman.” Ujarnya.
Hasil usaha kue dan jajanan tradisional yang siap kirim membanjiri rumahnya.
Kendala TKI, Tak Ada Ide Bisnis
Selain berbisnis merintis jajanan, ia pun juga melayani jasa antar jemput bandara dengan sistem carter bersama keluarganya, jadi lebih nyaman dan aman. Krisna Adi juga aktif di dunia kesehatan seperti pengecekan dan terapi kesehatan dengan alat-alat modern.
Ketika ditanya oleh Indosuara bagaimana caranya mendirikan suatu usaha, ia pun mengatakan sangat mudah, karena Pemkab Banyuwangi mempermudah perizinan untuk usaha UMKM bagi purna TKI. Persyaratannya pun dipermudah.
“Penghalang bagi para TKI untuk membuka usaha di Indonesia adalah tak adanya ide usaha. Terkadang saat menjadi TKI hampir finish kontrak, kita belum memikirkan usaha di tanah air, apakah nanti bisa berkembanģ, apakah modalnya cukup, mampukah kita mengelolanya, itulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul, hingga jika kita tidak siap maka pilihan utama setelah pulang adalah pergi ke PJTKI untuk proses ke Taiwan lagi. Jika kita mau bersabar dan membaca peluang serta pangsa pasar, maka di situlah kita mulai menemukan bentuk usaha itu. Jangan pernah malu memulai sebuah usaha walau kelihatannya sepele dan hasilnya kecil, karena masa depan kita ada di rumah dan bukan di luar negri.” Ujarnya.
Krisna Adi yang dikenal kritis dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sejak bergabung dengan Indosuara pada tahun 2008 lalu sebagai kontributor, jiwa peduli sosial pada sesama TKI dan juga Pendampingan untuk TKI bermasalah semakin menemukan wadahnya. Penyampaian aspirasi para TKI pun bisa dibaca serta dipahami orang banyak. Ia pun mengaku senang masih tetap terlibat dalam memberikan berita-berita mengenai perkembangan purna TKI di Banyuwangi dan Jatim, melalui Indosuara untuk informasi yang akurat dan bertanggung jawab dalam pemberitaannya.
Indosuara bekerja sama dengan UD Krishna Adi menjual produknya di Taiwan untuk pengiriman ke Indonesia.