Trafficking atau perdagangan manusia bisa mengancam siapa saja, terutama kaum perempuan dan anak. Dalam menjerat korbannya, pelaku trafficking selalu memiliki cara atau modus.
Koordinator Yayasan Embun Surabaya (YES), Yoseph M. Missa Lato mengatakan, modus dalam menjerat korban trafficking ada beberapa cara, di antaranya melalui iming-iming dan janji. Iming-iming dan janji ini biasanya berupa tawaran berupa uang atau materi kepada korban. Mereka yang menjadi korban dengan modus iming-iming dan janji ini didominasi oleh perempuan anak dan para calon buruh migran.
Modus lainnya adalah dengan model paksaan. Modus ini biasanya dilakukan oleh para pelaku dengan latar belakang orang terdekat korban, seperti orang tua, saudara dan teman. “Secara umum, pelaku trafficking didominasi orang terdekat korban, atau yang paham latar belakang korban,” ujar Yoseph, Rabu (24/8).
Yoseph menambahkan, usia rentan korban trafficking adalah umur 16 hingga 17 tahun atau akhir SMP dan awal SMA, karena pada usia tersebut masuk fase tertarik dengan lawan jenis dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Anak dengan usia tersebut, jika tidak mendapat “tempat” yang nyaman dan aman di rumah akan mencari kebebasan dan jati diri mereka di lingkungan sekitar. “Orang tua harus berperan aktif untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dalam diri anak. Orang tua juga tidak boleh terlalu memaksakan kehendak mereka dan harus mempertimbangkan potensi anak,” terangnya.
Terkait trafficking, dalam empat tahun terakhir terakhir, Yayasan Embun Surabaya telah mendampingi 90 perempuan dan anak korban trafficking serta eksploitasi seksual. Dari jumlah itu, 28 perempuan dan anak telah melahirkan.
Kepada korban trafficking yang didampingi, Yayasan Embun Surabaya memberikan penguatan dan penanganan secara fisik, psikis, sosial, hukum dan persoalan pendidikan. “Kami harus menumbuhkan konsep diri yang positif dengan dirinya sendiri. Pendekatan harus dilakukan komprehensif dan manusiawi,” cetusnya.
Sekedar informasi, Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Perempuan dan Anak Jawa Timur menyebutkan, di 2012 – 2015, ada 142 kasus trafficking yang menimpa perempuan dewasa dan anak (laki-laki/perempuan). Sedangkan di periode Januari – Juni 2016, sudah tercatat 2 kasus trafficking.
Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah, karena tidak semua korban trafficking bersedia melaporkan diri ke PPT atau ke pihak kepolisian. (yw)