Ida Raihan mantan BMI Hongkong yang sudah kembali ke tanah air sejak 20 Oktober 2010 lalu berbangga hati saat hasil tulisannya berupa cerita pendek berjudul “Buah Keegoisan” masuk nominasi Voice Of Indonesia-RRI 2012.
Bertepatan dengan tahun kepulangannya, beberapa karya Ida muncul dalam bentuk buku. Diantaranya “Aura Biru Langit Hong Kong” (Novel), “Emak-Emak Fesbuker Mencari Cinta”, “CrazMo! Crazy Moment”, “Cinta Monyet Never Forget”, “Masihkah Mau Mencintaiku?”, “Penjajah di Rumahku” (Antology Kumcer), “Keping Kehidupan” (Antology Puisi), “TKW Menulis” (duet dengan Bayu Insani), dan terakhir tahun 2012 buku solo sebuah novel kembali terbit dengan judul “Cintaku di Negeri Jackie Chan.”
“Saya seorang buruh migran yang sukanya mengkhayal, karenanya karya-karya tersebut lahir setelah saya terlebih dahulu berkhayal dan bergabung di organisasi yang sejalan dengan harapan dan keinginan,” ujar perempuan kelahiran Bandar Lampung ini mengawali kisahnya.
Menurut penuturan Ida, saat bekerja di Hong Kong ia mulai mengikuti kegiatan-kegiatan di beberapa organisasi keislaman saja. Namun karena jiwa penghayalnya itu, ia sering berfantasi dengan dunia cerita atau dongeng-dongeng. Bahkan dia sering membuat cerpen untuk dinikmati sendiri dan teman-teman terdekatnya. Hingga setahun berlalu, saat libur bersama teman di Tsuen Wan, Ida melihat sebuah koran berbahasa Indonesia yang memuat berita tentang keberhasilan seorang buruh migran di Hong Kong yang sudah menerbitkan buku.
Ida yang lahir 13 Juni 1982 tahu, proses ke Taiwan tidaklah mudah. Sebelumnya Ida sudah pernah proses untuk ke Taiwan, namun pada akhirnya ia melarikan diri dari PJTKI setelah mendapat hukuman dari pihak kantor karena bertengkar dengan ibu asrama. Bagi Ida, itu merupakan kenangan pahit. Ketika ia melarikan diri, tanpa sepeser pun uang yang ia miliki dan ia harus turun dari gedung berlantai lima. Merambat dari atap-atap bangunan di samping bangunan PJTKI tempatnya berproses. Berdarah-darah di kaki karena harus melangkahi tembok berduri di bangunan tersebut.
Namun kejadian itu tidak membuatnya kapok untuk kembali mencoba. Kamis, 4 Desember siang Ida sampai di Jakarta lagi. Dan menjalani medical check up sebagai langkah awal proses menuju ke Hong Kong. Ia mulai menjalani peraturan PJTKI, beberapa teman menyarankannya untuk mengurungkan niat. Pulang sebelum semuanya terlanjur. Ada beberapa teman juga yang kabur dari penampungan karena sudah terlalu stress, lama di penampungan tetap belum mendapatkan job.
Seorang kenalannya di PJTKI sudah satu tahun di penampungan namun belum juga mendapatkan panggilan kerja ke luar negeri. Dia menyarankan Ida untuk membatalkan niatnya. Waktu hanya habis untuk belajar di penampungan namun tidak berangkat-berangkat sampai perbekalan juga ludes. Namun karena tujuan Ida bekerja ke luar negeri bukan untuk memperkaya diri, Ida tidak mau menyerah hanya dengan nasehat yang belum tentu terjadi kepadanya. Tujuan Ida ke luar Negeri adalah demi masa depan adik-adiknya di kampung yang berjumlah lima orang.
Ida yang terlahir sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara hanya menanggapi nasehat teman tersebut dengan senyuman. Karena ia sudah bertekad, harus bekerja. Apapun yang penting peroleh uang dan bisa membantu biaya sekolah adik-adiknya. Tujuannya hanya satu mencerdaskan adik-adiknya agar tidak mewarisi cangkul sang ayah di sawah.
Setiap usai sholat Ida selalu memohon kepada Allah agar tidak mengalami nasib seperti yang dialami teman-teman lain. Dan Allah mengabulkan doanya, 24 Maret 2004, Ida mendapat informasi jika ia mendapatkan job dan bisa bekerja di Hongkong hingga finish kontrak dan kembali ke tanah air.
Sepulangnya di Indonesia, Ida tinggal di Jakarta dan mengabdi di sebuah Yayasan Yatim Piatu dan Dhuafa di daerah Bekasi. “Ada rasa tersendiri berada di antara anak-anak yatim dan keluarga tak mampu. Lebih bisa menahan diri dari amarah, melatih kesabaran. Ketika menghadapi kebandelan, teringat betapa istimewanya mereka itu, sehingga ketika hendak marah ingat pesan Nabi, bahwa anak yatim tidak boleh disakiti.” Jelas Ida yang sejujurnya tidak mengira akan terjun ke dalam dunia anak asuh tersebut.
Saat ini, Ida juga mengabdikan diri bergabung bersama Migrant Institute, Lembaga yang menangani masalah perburuhan (Crisis Centre) yang menangani permasalahan BMI di bawah naungan Dompet Dhuafa. Meski posisi Ida berada di belakang meja administrasi, namun ia kerap memantau permasalahan apa saja yang diadukan BMI ke lembaga tersebut. Karenanya meski sudah pulang ke tanah air, sedikit banyak Ida masih berkecimpung dalam masalah perburuhan.
“Saat bekerja di luar negeri kita harus belajar dan bisa disiplin, setidaknya, kebiasaan itu bisa kita terapkan setelah kembali di tanah air. Kebiasaan positif bisa kita gunakan sebagai modal hidup sekembalinya ke kampung,” begitu pesan Ida untuk Ismania. Semoga apa yang dibagikan Ida tersebut bisa menambah semangat BMI di mana saja berada untuk terus berkarya . (ol)