Foto ilustrasi diambil dari Global Indonesian Voices.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mewacanakan kembali mengirimkan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke beberapa negara di Timur Tengah.
Wacana tersebut muncul karena selama masa moratorium ke Timur Tengah terbukti banyak TKI yang tetap berangkat secara ilegal.
“Melihat masalah-masalah yang banyak, bisa disimpulkan bahwa moratorium penempatan TKI ke Timur Tengah lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya,” kata Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, melalui pernyataan tertulis yang diberitakan Kompas.com, Sabtu (16/9/2017).
Berdasarkan data imigrasi, selama masa moratorium, rata-rata setiap bulan sekitar 2.600 TKI berangkat secara ilegal ke Timur Tengah dan terjadi permasalahan dari jumlah satu persen TKI ilegal di Timur Tengah setiap bulannya.
Para TKI ilegal itu, kata Nusron, sulit diawasi, dan tidak ikut pembekalan kemampuan dan pelatihan penunjang pekerjaan lainnya. Sehingga ketika terjadi masalah pemerintah juga yang menyelesaikan.
Sebelumnya moratorium dijalankan dua tahap. Pertama moratorium terbatas ke Arab Saudi pada 2012-2015, kemudian moratorium meluas ke 19 negara di Timur Tengah pada 2015-2017.
Nusron menjelaskan, banyaknya jumlah TKI merupakan dampak dari tingginya angka pengangguran di daerah berdasarkan statistik BPS. Mereka yang pengangguran penuh yang tidak punya kerja sampingan maupun paruh waktu. Karenanya penempatan TKI ke Timur Tengah kembali dibenahi.
Terkait dengan masalah permintaan, Arab Saudi dan negara Timur Tengah membutuhkan TKI dari Indonesia karena ramah dan memiliki kultur agama yang sama.
Format baru penempatan TKI ke Timur Tengah jika sebelum moratorium pengguna jasa TKI adalah majikan, di mana TKI bekerja pada satu rumah tangga dan tinggal di situ bersama majikan. Nanti model barunya diwacanakan pengguna jasa TKI tetap rumah tangga tapi satu pekerja tidak bekerja pada satu rumah tangga alias bisa berpindah-pindah.
Kemudian, TKI juga bisa melayani lima keluarga dan punya pilihan untuk tidak tinggal di rumah majikan karena berdasarkan pengalaman tinggal di rumah majikan rentan menimbulkan masalah.
“Jadi dalam satu hari misalnya, TKI bekerja di satu majikan dalam waktu 4 sampai 5 jam kemudian pindah ke rumah lain. Sehingga dijamin mereka bekerja hanya 8 jam. Lebih dari itu adalah lembur,” ujar Nusron.
Jika sebelum moratorium kontrak kerja dilakukan antara TKI dengan majikan sehingga sulit diawasi. Solusi format baru adalah akan dibedakan antara pengguna dan pemegang kafil atau penanggungjawabnya. Jadi kontrak kerja nantinya dengan serikat atau dengan agensi. Dengan demikian kalau ada masalah pemerintah tidak berhubungan dengan majikan.
Pola dan sistem baru sebagai solusi pencabutan moratorium penempatan TKI ke Timur Tengah ini akan diuji coba di empat kota di Arab Saudi, yakni Jeddah, Makkah, Madinah, Riyad, paling lambat akhir 2017. (Ol)