Foto: Dominggus MA Bira, ketua Kelompok Tani Fajar Pagi Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), di Gedung Student Center, Rabu (29/5/2019). Sumber KOMPAS.com/SIGIRANUS MARUTHO BERE
Dominggus MA Bira mengaku lega setelah berhasil membujuk 25 orang warga untuk beternak sapi daripada pergi bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Setelah mengikuti arahan Dominggus dalam beternak sapi, 25 calon TKI tersebut akhirnya bisa meraup kesuksesan dengan pendapatan melebihi ASN.
Dominggus adalah ketua Kelompok Tani Fajar Pagi, Desa Raknamo yang konsentrasi beternak sapi. Ia menceritakan keberhasilannya menggemukan sapi saat kegiatan workshop tentang pembangunan pertanian di NTT, yang digelar oleh Politeknik Pertanian (Politani) Negeri Kupang, di Gedung Student Center.
Saat Dominggu mendengar ada 25 warga desanya ingin berangka menjadi TKI, dirinya pun mencoba menemui para calon TKI tersebut.
Para calon TKI tersebut akhirnya bergabung dengan kelompok tani. Mereka fokus mengurus babi dan ayam. Dari hasil penggemukan sapi, babi, dan ayam, setiap empat bulan mereka sudah bisa menjual ternak mereka kepada para pembeli.
“Setiap bulan kami juga memeroleh pemasukan rata-rata Rp 3 juta. Saya sekarang sudah bisa membeli satu unit mobil pick-up dan anggota lainnya juga membeli sepeda motor dan kebutuhan lainnya,” kata Dominggus.
“Saat ini 25 calon TKW itu sudah senang dan bisa pelihara ternak dan mengelola keuangannya sendiri dan mereka tidak mau ke luar negeri lagi. Kami tidak perlu ke Malaysia lagi, karena cukup di kampung kami sudah bisa dapat uang,” kata Dominggus.
Usaha penggemukan sapi yang dirintis Dominggus dimulai sejak awal tahun 2018 lalu. Dominggus bercerita, awalnya dia bersama 14 orang warga lainnya membentuk kelompok tani yang fokus di bidang pertanian dengan menanam jagung, padi, sayuran, dan tanaman holtikultura lainnya.
Seiring berjalannya waktu, Dominggus yang juga pernah merantau ke Makasar, Sulawesi Selatan dan Jakarta itu, bersepakat bersama anggotanya mengembangkan usaha ternak khusus penggemukan sapi.
Dirinya memulai dengan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Usahanya yang digeluti kelompoknya itu akhirnya berbuah hasil, karena saat ini mereka telah memelihara 250 ekor sapi.
Dominggus pun menceritakan, program penggemukan sapi yang dilakukannya hanya butuh waktu tiga bulan. Selama tiga bulan, berat sapi naik menjadi 300 kilogram. Keberhasilan itu membuat warga lainnya akhirnya berbondong-bondong ingin bergabung.
Sekarang jumlah anggota kelompok mereka telah mencapai 200 orang. Ratusan anggota kelompok itu, bukan hanya fokus mengembangkan ternak sapi, tapi juga ternak lainnya seperti babi dan ayam.
“Khusus untuk anggota kelompok yang laki-laki konsen mengurus sapi. Sedangkan yang perempuan mengurus babi dan ayam,” kata Dominggus.
Keberhasilan usaha kelompok tani Dominggus itu telah tersiar ke mana-mana. Bahkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, sebelum dilantik menjadi gubernur pernah berkunjung ke lokasi usahanya itu.
Bahkan kelompok tani asal Negara Timor Leste, juga pernah melakukan studi banding ke kelompok tani tersebut. Kunjungan dari pihak lain menjadi motivasi untuk kelompoknya agar terus mengembangkan usaha.
Ke depannya, Domingus akan membuka diri untuk semua pihak yang mau belajar dan juga berencana belajar ke dinas terkait atau kelompok yang lain di NTT.
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Thomas Lapenangga, mengatakan setiap tiga minggu sekali, peternak NTT mengirimkan sapi sebanyak 500 ekor ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging di ibu kota.
“Kita bersama sama merespon ini baik dari pendidikan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan masyarajat yang berusaha di bidang pertanian dan peternakan dan pemerintah. Bersatu padu untuk berdayakan potensi yang ada di daerah kita,” ujar Thomas.
Sementara itu Profesor Ann McNeill dari University of Adelaide-South Australia dan Crawford Fund, mengatakan mereka adalah organisasi nonprofit yang mendapat dana dari pemerintah Australia untuk membantu masyarakat di negara-negara berkembang.
Menurut Ann, mereka mau membangun kapasitas melalui pelatihan, mentoring, dan dukungan dana baik dari infrastruktur maupun sumber daya manusia. (ol)